Pada mulanya pajak belum merupakan
suatu pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada
raja dalam memelihara kepentingan negara. Baru setelah terbentuknya
negara-negara nasional dan tercapainya pemisahan antara rumah tangga negara dan
rumah tangga pribadi raja pada akhir abad pertengahan, pajak mendapat tempat
yang lebih mantap di antara pendapatan negara. Sehubungan dengan itu maka
pemberian yang sifatnya sukarela ini berubah menjadi pemberian yang ditetapkan
secara sepihak oleh negara dan dapat dipaksakan.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro,
SH pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang
dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Pajak memiliki ciri-ciri : (a)
dipungut berdasarkan ketentuan undang-undang dan peraturan pelaksanaannya; (b)
dalam pembayaran tidak dapat ditunjukkan kontraprestasi individual oleh
pemerintah; (c) dipungut oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah; (d)
digunakan untuk pengeluaran pemerintah, bila pemasukannya surplus digunakan
untuk membiayai public investment; (e) dapat juga mempunyai tujuan yang tidak
budgeter tetapi bertujuan mengatur.
Retribusi adalah pungutan-pungutan
sebagai ganti jasa, yang dilakukan oleh penguasa kepada kelompok orang tertentu
yang meminta jasa. Contoh pembayaran aliran listrik, air minum, dan telepon.
Sumbangan adalah pemungutan yang
dilakukan oleh pemerintah kepada sekelompok orang tertentu dengan
kontraprestasi langsung dari pemerintah yang diberikan kepada sekelompok orang
tersebut. Contoh pajak kendaraan bermotor, setoran wajib pembangunan dan
pemeliharaan prasarana daerah.
Dari rumusan pengertian tentang
pajak, retribusi dan sumbangan dapat diketahui perbedaan ketiga hal tersebut,
yaitu :
PAJAK
|
RETRIBUSI DAN SUMBANGAN
|
1. Pemungutan dilakukan berdasarkan ketentuan
undang-undang dan peraturan pelaksanaannya.
2. Kontraprestasi dari pemerintah tidak secara langsung
dan individual.
3. Pemungutan dapat dilakukan dengan paksa (bila
perlu).
4. Sanksi bagi wajib pajak yang tidak membayar dapat
berupa denda dan/atau pidana.
5. Sifatnya berlaku umum, artinya berlaku bagi setiap
orang yang memenuhi syarat untuk dapat dikenakan pajak.
6. Unsur paksaannya bersifat pidana dan administratif.
|
1. Pemungutan dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah.
2. Kontraprestasi dari pemerintah secara langsung dan
individual.
3. Pemungutan dilakukan tidak dengan paksaan.
4. Sanksi bagi mereka yang tidak membayar, tidak
menikmati kontraprestasi dari pemerintah.
5. Sifatnya berlaku khusus, artinya hanya berlaku bagi
orang-orang tertentu yang langsung ditunjuk.
6. Unsur paksaannya bersifat ekonomis.
|
Persamaan pajak, retribusi dan
sumbangan adalah bahwa bagi pelanggarnya ada akibat hukumnya.
Hukum pajak adalah keseluruhan
peraturan yang memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengambil sebagian
kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas
negara. Dengan perkataan lain, hukum pajak menerangkan : subjek pajak; objek
pajak; kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah; timbulnya dan hapusnya hutang
pajak; cara penagihan pajak; cara mengajukan keberatan dan banding pada
peradilan pajak.
Hukum pajak merupakan bagian dari
hukum publik (Hukum Tata Usaha Negara/Hukum Administrasi Negara) yang mengatur
hubungan hukum antara negara dengan orang atau badan hukum yang didaftar
sebagai wajib pajak. Hukum pajak memuat unsur-unsur hukum tata negara, hukum
pidana dan hukum acara pidana.
Landasan filosofis pemungutan pajak
didasarkan atas pendekatan Benefit Approach atau Pendekatan Manfaat. Bentuk
manfaat yang bisa dinikmati oleh warga negara adalah kesejahteraan; pelayanan
umum; perlindungan hukum; kebebasan; penggunaan fasilitas umum.
Ada 5 teori
pemungutan pajak, yaitu :
1. Teori Asuransi. Menurut teori ini, negara berhak memungut pajak dari
rakyatnya karena negara wajib melindungi rakyat dengan segala kepentingannya.
Sebaliknya rakyat wajib membayar pajak, seolah-olah sebagai premi pada
perjanjian asuransi.
2. Teori
Kepentingan. Pemungutan pajak didasarkan pada kepentingan orang terhadap
negara. Makin banyak membutuhkan maka makin besar pula pajaknya.
3. Teori Gaya Pikul. Mengajarkan bahwa pemungutan pajak harus sesuai dengan
kekuatan membayar dari si wajib pajak. Gaya pikul ini dipengaruhi oleh
bermacam-macam komponen terutama : pendapatan; kekayaan; dan susunan dari
keluarga wajib pajak dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
keadaannya.
4. Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Bakti). Berlawanan dengan ketiga teori
di atas bahwa negara dibentuk karena ada persekutuan individu. Oleh karena itu,
individu harus membaktikan dirinya pada negara berupa pembayaran pajak. Dasar
hukum pajak adalah terletak dalam hubungan rakyat dengan negara.
5. Teori Asas Gaya Beli. Mengajarkan bahwa fungsi
pemungutan pajak jika dipandang sebagai gejala dalam masyarakat disamakan
dengan POMPA, yaitu mengambil gaya beli dari rumah tangga dalam masyarakat
untuk rumah tangga negara dan kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat dengan
tujuan untuk memelihara hidup masyarakat atau untuk kesejahteraan masyarakat
secara keseluruhan.
Prof. W.J. de Langen memberikan arti
dari gaya pikul sebagai kekuatan untuk membayar uang kepada negara, jadi untuk
membayar pajak, setelah dikurangi dengan minimum kehidupan. Minimum kehidupan
adalah hal yang pokok dan tidak bisa ditunda-tunda, seperti : makan,
pakaian, perumahan dan biaya pendidikan.
Suatu
pemungutan pajak harus dilandasi dengan asas-asas yang merupakan ukuran untuk
menentukan adil tidaknya suatu pemungutan pajak. Dalam pemungutan pajak dikenal
beberapa asas, yaitu :
1. Asas Wilayah (teritorial). Pemungutan pajak didasarkan atas domisili di
mana seseorang bertempat tinggal.
2. Asas Kebangsaan (Nasionalitas). Asas ini berarti di mana pun seseorang
berada dapat ditunjuk sebagai wajib pajak, apakah di dalam atau di luar negeri.
3. Asas Sumber. Pemungutan pajak didasarkan pada adanya sumber di suatu
negara. Negara yang berhak memungut pajak adalah negara di mana sumber itu
berada.
4. Asas Umum.
Bahwa pemungutan pajak hendaknya menganut asas keadilan.
5. Asas Yuridis. Asas ini mengatakan bahwa sudah seharusnya Hukum Pajak dapat
memberikan jaminan hukum dan harus dapat mewujudkan keadilan, baik untuk negara
maupun warganya.
6. Asas Ekonomis. Pemungutan pajak harus bertitik tolak dari kepentingan umum,
tidak boleh memerosotkan perekonomian masyarakat.
7. Asas Finansial. Biaya-biaya penetapan dan pemungutan pajak harus sekecil
mungkin bila dibandingkan dengan hasil pemungutan pajak.
Adam Smith
dalam bukunya Wealth of Nations mengemukakan 4 asas pemungutan pajak yang lazim
dikenal dengan “four canons taxation” atau sering disebut “the four maxims”
dengan uraian sebagai berikut :
1. Equality (asas persamaan), menekankan bahwa pada warga negara atau wajib
pajak tiap negara seharusnya memberikan sumbangannya kepada negara, sebanding
dengan kemampuan mereka masing-masing, yaitu sehubungan dengan keuntungan yang
mereka terima di bawah perlindungan negara.
2. Certainty (asas kepastian), menekankan bahwa bagi wajib pajak harus jelas
dan pasti tentang waktu, jumlah, dan cara pembayaran pajak.
3. Conveniency of Payment (asas menyenangkan), pajak seharusnya dipungut pada
waktu dengan cara yang paling menyenangkan bagi para wajib pajak.
4. Low Cost of Collection (asas efisiensi), menekankan
bahwa biaya pemungutan pajak tidak boleh lebih dari hasil pajak yang akan
diterima.
W.J. de
Langen menyebutkan 7 asas pokok perpajakan :
1. Asas Kesamaan, seseorang dalam keadaan yang sama hendaknya dikenakan pajak
yang sama.
2. Asas Daya-Pikul, setiap wajib pajak hendaknya terkena beban pajak yang
sama.
3. Asas Keuntungan Istimewa, seseorang yang mendapatkan keuntungan istimewa
hendaknya dikenakan pajak istimewa pula.
4. Asas Manfaat, pengenaan pajak oleh pemerintah didasarkan atas alasan bahwa
masyarakat menerima manfaat barang-barang dan jasa yang disediakan oleh
pemerintah.
5. Asas Kesejahteraan, dengan adanya tugas pemerintah yang pada satu pihak
memberikan atau menyediakan barang-barang dan jasa bagi masyarakat dan pada
lain pihak menarik pungutan-pungutan untuk membiayai kegiatan pemerintah
tersebut, akan tetapi sebagai keseluruhan adalah meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
6. Asas Keringanan Beban, meskipun pengenaan pungutan merupakan beban
masyarakat atau perorangan dan betapapun tingginya kesadaran warga negara, akan
tetapi hendaknya diusahakan bahwa beban tersebut sekecil-kecilnya.
7. Asas Keseimbangan, dalam melaksanakan berbagai asas
tersebut yang mungkin saling bertentangan, akan tetapi hendaknya selalu
diusahakan sebaik mungkin.
Adolf Wagner
mengemukakan 4 postulat untuk terpenuhinya pajak ideal :
1. Asas Politik Finansial
· Perpajakan hendaknya menghasilkan jumlah penerimaan
yang memadai, dalam arti cukup untuk menutup biaya pengeluaran negara.
· Pajak hendaknya bersifat dinamis, artinya penerimaan
negara dari pajak diharapkan selalu meningkat mengingat kebutuhan penduduknya
selalu meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
2. Asas Ekonomis
Pemilihan mengenai perpajakan yang
sangat tepat apakah hanya dikenakan pada pendapatan ataukah juga terhadap
modal, dan atau pengeluaran.
3. Asas Keadilan
· Pajak hendaknya
bersifat umum/universal/tidak diskriminatif, seseorang dalam keadaan yang sama
hendaknya diperlakukan yang sama.
· Kesamaan beban, setiap orang hendaknya dikenakan beban
pajak kira-kira sama.
4. Asas Administrasi
· Kepastian perpajakan, pemungutan pajak harus jelas
disebutkan siapa atau apa yang dikenakan pajak, berapa besarnya, bagaimana cara
pembayarannya, bukti pembayarannya, apa sanksinya jika terlambat membayar dan
sebagainya.
· Keluwesan dalam penagihan, harus melihat keadaan pembayar
pajak.
· Ongkos pemungutan pajak hendaknya diusahakan
sekecil-kecilnya.
5. Asas Yuridis
atau Asas Hukum
· Kejelasan UU Perpajakan
· Kata-kata dalam undang-undang hendaknya tidak bermakna
ganda.
Agar suatu
UU Pajak dipandang adil, maka syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan UU
Pajak adalah sebagai berikut :
a. Syarat Yuridis. Di mana pembayaran pajak harus seimbang dengan kekuatan
membayar wajib pajak.
b. Syarat
Ekonomis. Yaitu pungutan pajak janganlah mengganggu kehidupan ekonomis dari si
wajib pajak.
c. Syarat Financiil. Di mana wajib pajak yang dipungut
cukup untuk pengeluaran negara dan hendaknya pemungutan pajak tidak memakan
biaya yang terlalu besar.
UU Pajak Nasional terdiri dari : (1)
UU 16/2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; (2) UU 17/2000
tentang Pajak Penghasilan; (3) UU 18/2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Tujuan UU Pajak Nasional : (a)
Meningkatkan sumber penerimaan negara dalam rangka pembiayaan pembangunan; (b)
Menggerakkan dan meningkatkan partisipasi semua lapisan wajib pajak; (c)
Penyederhanaan struktur pajak yang berlaku agar mudah pelaksanaannya, dan
penyerapannya akan menjadi lebih adil dan merata.
Dalam rangka pembangunan, pajak
mempunyai 2 fungsi, yaitu fungsi budgeter dan fungsi mengatur. Fungsi budgeter
adalah fungsi yang letaknya di sektor publik. Pajak-pajak di sini merupakan
suatu sumber pemasukan uang sebanyak-banyaknya di dalam kas negara, yang akan
digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin negara dan sisanya digunakan untuk
membiayai investasi pemerintah. Fungsi mengaturnya terletak di sektor swasta,
pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di luar bidang
keuangan, yang ditujukan terhadap sektor swasta. Pada umumnya fungsi mengatur
dijalankan sebagai tujuan tambahan setelah fungsi budgeter, biasanya ditujukan
kepada sektor ekonomi, sektor sosial, dan sektor moneter.
Prinsip-prinsip dalam sistem
pemungutan pajak menurut UU Pajak Nasional : (a) Bahwa pemungutan pajak
berdasarkan UU Pajak Nasional merupakan perwujudan pengabdian dan peran serta
wajib pajak untuk secara langsung melaksanakan kewajiban perpajakan yang sangat
diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan; (b) Tanggung jawab pelaksanaan
pajak berada pada anggota wajib pajak sendiri; (c) Wajib pajak diberikan
kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang, sehingga
dengan cara ini kejujuran dari wajib pajak sangat diperlukan dalam rangka
pemungutan pajak.
Pada umumnya negara mempunyai
sumber-sumber penghasilan yang terdiri dari : (a) Bumi, air dan kekayaan alam;
(b) Pajak-pajak, bea dan cukai; (c) Penerimaan negara, bukan pajak; (d) Hasil
perusahaan negara; (e) Sumber-sumber lain, seperti pencetakan uang dan pinjaman.
Pasal 33 UUD 1945 menentukan bahwa
bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya. UUPA
Pasal 1 ayat 2 menegaskan bahwa seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Yang termasuk dalam pengertian menguasai
adalah : mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaannya. Negara hanya menguasai
dan tidak dapat menjual tanah kepada pihak swasta.
Pajak-pajak, Bea dan Cukai merupakan
peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor pemerintah, yang diharuskan
oleh undang-undang dan dapat dipaksakan, dengan tidak mendapat jasa timbal yang
langsung dapat ditunjuk, untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara.
Bea dibagi dalam bea masuk dan bea keluar. Bea masuk
ialah bea yang dipungut dari jumlah harga barang yang dimasukkan ke daerah
pabean dengan maksud untuk dipakai, dan dikenakan bea menurut tarif tertentu,
yang penyelenggaraannya diatur dan ditetapkan dengan undang-undang dan
Keputusan Menteri Keuangan. Bea keluar ialah bea yang dipungut dari jumlah
harga barang-barang yang tertentu yang dikirim keluar daerah Indonesia, dan
dihitung berdasarkan tarif tertentu, hal mana diatur dan ditetapkan dalam
undang-undang.
Daerah pabean ialah daerah yang ditentukan
batas-batasnya oleh pemerintah, dan batas-batas itu digunakan sebagai garis
untuk memungut bea-bea. Cukai ialah pungutan yang dikenakan atas barang-barang
tertentu berdasarkan tarif yang sudah ditetapkan untuk masing-masing jenis
barang tertentu.
Penjelasan
Pasal 23 ayat 2 UUD 1945 menegaskan bahwa segala tindakan yang menempatkan
beban kepada rakyat seperti pajak dan lain-lain, harus ditetapkan dengan
undang-undang, yaitu dengan persetujuan DPR. Dalam UU 20/1997 terdapat 7 jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak :
1. Penerimaan yang bersumber dari Pengelolaan Dana Pemerintah, yang terdiri dari
: Penerimaan Jasa Giro; Penerimaan Sisa Anggaran Pembangunan (SIAP) dan Sisa
Anggaran Rutin (SIAR).
2. Penerimaan dari Pemanfaatan Sumber Daya Alam, yang terdiri dari : Royalti
di bidang Perikanan; Royalti di bidang Kehutanan; Royalti di bidang Pertambangan,
kecuali Minyak dan Gas Bumi (MIGAS) karena sudah diatur oleh UU Pajak
Penghasilan.
Royalti
adalah pembayaran yang diterima oleh negara sehubungan dengan pemberian izin
atau fasilitas tertentu dari negara kepada pihak lain untuk memanfaatkan atau
mengolah kekayaan negara.
3. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan,
yang terdiri dari : bagian laba pemerintah; hasil penjualan saham pemerintah;
deviden.
Deviden
adalah pembayaran berupa keuntungan yang diterima oleh negara atau orang/badan
tertentu sehubungan dengan keikutsertaan mereka selaku pemegang saham dalam
suatu perusahaan.
4. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah, yang
terdiri dari : pelayanan pendidikan; pelayanan kesehatan; pemberian hak paten,
hak cipta dan hak merek; pemberian visa dan paspor, termasuk paspor haji.
5. Penerimaan Berdasarkan Putusan Pengadilan, yang terdiri dari : lelang
barang; denda; hasil rampasan yang diperoleh dari hasil kejahatan.
6. Penerimaan lainnya yang diatur dengan undang-undang
tersendiri.
PNBP merupakan penerimaan dari kementerian dan lembaga
negara yang bersifat insidentil dan pada umumnya belum diatur dalam
undang-undang atau PERDA. Sistem pemungutan PNBP ditetapkan oleh instansi
pemerintah dan dihitung sendiri oleh wajib pajak.
Negara sebagai badan hukum publik
dapat juga ikut dalam lapangan perekonomian. Laba yang diperoleh adalah
pendapatan negara yang dimasukkan dalam anggaran pendapatan negara. Yang
tergolong dalam perusahaan negara adalah semua perusahaan yang modalnya merupakan
kekayaan negara Republik Indonesia dengan tidak melihat bentuknya.
Yang termasuk dalam sumber-sumber
lain penghasilan negara ialah pencetakan uang, dan pinjaman negara baik yang
berasal dari dalam maupun luar negeri. Pinjaman dari dalam negeri dibedakan
dalam pinjaman jangka pendek dan pinjaman jangka panjang. Pinjaman jangka
pendek dengan cara pemberian uang muka oleh Bank Indonesia kepada pemerintah
sebelum penerimaan negara masuk kas negara. Pinjaman jangka panjang
dilaksanakan dengan cara menerbitkan uang kertas berharga (obligasi) berjangka
waktu.
Pinjaman luar negeri terdiri dari bantuan program dan
bantuan proyek. Bantuan program yaitu bantuan keuangan yang diterima dari luar
negeri berupa devisa kredit. Bantuan proyek yaitu bantuan kredit yang diterima
pemerintah dari negara donor berupa peralatan dan mesin-mesin untuk membangun proyek tertentu.
Sebagian dari bantuan proyek ini diberikan dalam bentuk jasa konsultan dan
tenaga teknisi yang membantu merencanakan pembangunan proyek.
Pajak dapat
dibedakan menjadi beberapa macam :
1. Menurut
Sifatnya
a. Pajak kekayaan dan pajak pendapatan adalah pajak atas bagian-bagian dari
kekayaan seseorang yang meliputi pajak kekayaan itu sendiri dan pajak
verponding bangunan. Pajak pendapatan meliputi pajak pendapatan, pajak upah,
dan pajak verponding bukan bangunan.
b. Pajak lalu lintas kekayaan meliputi bea balik nama karena perjanjian
penyerahan atau atas akta mengenai kapal, bea pemindahan karena hibah, bea
materai modal, bea materai atas nota-nota efek, pajak peredaran/penjualan.
Pajak lalu lintas barang, meliputi bea masuk dan bea keluar, bea statistik,
upah lelang.
c. Pajak yang bersifat kebendaan : pajak rumah tangga, pajak senjata api,
pajak anjing, bea tetap karena mempunyai izin penyelidikan atas konsesi
tambang, pajak kendaraan bermotor.
d. Pajak atas pemakaian : cukai-cukai, pajak potong hewan, pajak lotere.
2. Menurut
Cirinya
a. Pajak subjektif dan pajak objektif
Pajak subjektif adalah pajak yang
ditentukan berdasarkan keadaan pribadi wajib pajak dikaitkan dengan keadaan
materiilnya atau daya pikulnya. Contoh : Pajak Pendapatan.
Pajak objektif adalah pajak yang
ditentukan berdasarkan objeknya yang dapat menimbulkan kewajiban membayar pajak
bagi subjek.
Wajib pajak adalah orang atau badan
hukum yang berhubungan dengan objek-objek yang menimbulkan kewajiban bayar
pajak tersebut.
Contoh : pajak kekayaan; pajak
pendapatan; pajak barang impor; pajak bumi dan bangunan; pajak senjata api.
b. Pajak langsung dan pajak tidak langsung
Pajak langsung adalah pajak yang
dipungut secara periodik menurut daftar piutang pajak, sesuai dengan ketetapan
pajak. Contoh : pajak pendapatan; pajak kekayaan; pajak bumi dan bangunan;
pajak perseroan.
Pajak tidak langsung adalah pajak
yang dipungut kalau ada suatu peristiwa atau perbuatan tertentu. Pajak ini
tidak dipungut secara berkala, tetapi hanya dipungut pada waktu terjadi suatu
peristiwa atau perbuatan tertentu. Contoh : bea balik nama; bea materai; bea
masuk barang.
c. Sumbangan dan retribusi
Sumbangan adalah pungutan-pungutan
sebagai ganti jasa atau ganti kerugian yang telah dikeluarkan oleh
pemerintah. Sumbangan mirip dengan
retribusi. Bedanya terletak pada sekelompok orang yang dipungut sumbangan.
Sumbangan >> pembayar
sumbangan hanya segolongan tertentu dari masyarakat. Contohnya pajak kendaraan
bermotor.
Retribusi >> prestasi kembali
langsung dapat dinikmati. Contohnya pembayaran listrik, PAM.
d. Pajak umum
dan pajak daerah
Pajak umum dapat diartikan pajak
yang dipungut oleh pemerintah pusat, disebut juga pajak negara. Sumbernya tidak
terbatas dan penggunaannya adalah untuk pengeluaran umum, baik untuk pemerintah
pusat maupun untuk pemerintah daerah. Contohnya pajak perorangan; pajak
kebendaan; pajak kekayaan; pajak langsung; pajak tidak langsung.
Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah untuk membiayai rumah tangga daerah. Objek yang dikenakan
pajak daerah bersifat terbatas, sebab objek yang telah dikenakan pajak negara
tidak diperbolehkan dikenakan pajak daerah, tetapi daerah dapat mengenakan
tambahan. Contohnya pajak pertunjukkan; pajak mendirikan perusahaan; pajak
reklame; pajak kendaraan bermotor; pajak untuk menangkap ikan dalam wilayah
daerah yang bersangkutan.
Subjek pajak adalah orang pribadi
dan badan yang menurut UU Perpajakan dinyatakan sebagai subjek hukum yang dapat
dikenakan pajak.
Subjek pajak penghasilan : a) orang
pribadi; b) warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak; c) badan, yaitu sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi PT,
CV, BUMN, BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun firma, kongsi, koperasi,
dana pensiun, yayasan dan bentuk badan lainnya; d) Bentuk Usaha Tetap, bentuk
usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu
12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang
dapat berupa : tempat kedudukan; cabang perusahaan; kantor perwakilan; gedung
kantor; pabrik; bengkel; pertambangan dan penggalian sumber alam wilayah kerja
pengeboran yang digunakan untuk ekplorasi pertambangan; perikanan, peternakan,
pertanian, perkebunan, kehutanan; proyek konstruksi instalasi atau proyek
perakitan; orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas; agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan
tidak berkedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung
resiko di Indonesia.
Tidak termasuk subjek pajak
penghasilan : a) badan perwakilan negara asing; b) pejabat-pejabat perwakilan
diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing; c)
organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan, dengan syarat : Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; tidak
menjalankan usaha kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia
selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran
para anggota.
Fungsi pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan
karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal di atas
maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
- Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan
pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak
digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni
penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini
dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan
yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
- Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui
kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat
untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam
fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri,
pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
- Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah
memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas
harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan
jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak
yang efektif dan efisien.
- Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara
akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk
membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada
akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
No comments:
Post a Comment