Sunday, 13 April 2014

Analisis Hubungan Indonesia - Malaysia,



Indonesia dan malaysia adalah dua negara yang berdekatan baik secara geografis maupun historis, secara geografis indonesia dan malaysia adalah negara yang letaknya bersandingan atau berbatasan langsung, sedangkan secara historis berasal dari kenyataan bahwa Malaysia merdeka setelah Indonesia, dalam sejarahnya ada hubungan saling membantu, dan ada perasaan senasib sepenanggungan sebagai negeri yang terjajah. Kedua negara dikenal sebagai negara serumpun karena memiliki banyak kesamaan akar budaya, sejarah kerajaan-kerajaan, agama bahkan keturunan yang sama.
Kondisi ini menyebabkan kedua negara pada awalnya memiliki identitas bersama atau collective identity yang memudahkan mereka dalam berhubungan dan menyelesaikan masalah di antara keduanya. Persamaan rumpun (melayu), sejarah, letak geografis serta persamaan bahasa yang sama tidak menjadikan Indonesia dan Malaysia menjalin hubungan yang sangat baik dan berlangsung secara harmonis. dalam kurang lebih dua dekade belakangan ini, pemahaman Malaysia tentang Indonesia mengalami perubahan. Salah satu sebabnya adalah pandangan yang terbentuk dari persinggungan mereka dengan TKI. Hubungan Indonesia-Malaysia sering dipahami dan dilihat secara emosional. Beberapa peristiwa seperti perlakuan terhadap para pekerja Indonesia di Malaysia, kemudian klaim Malaysia terhadap produk budaya dan karya Indonesia, selalu menimbulkan protes di Indonesia dan mengarah pada ketegangan hubungan di kedua Negara. Lebih dari itu, berhasilnya Malaysia memenangkan kedaulatan terhadap pulau-pulau Sipadan dan Ligitan dan klaim Malaysia terhadap wilayah laut blok Ambalat di Laut Sulawesi telah memacu protes serius di Indonesia.
Terkait dengan perbatasan, pemerintah Malaysia  secara sepihak mengakui blok Ambalat yang ada di Laut Sulawesi sebagai wilayahnya. Jauh sebelumnya kasus Sipandan-Ligitan yang menyebabkan retaknya hubungan diplomatik kedua negara. Konflik ini menyebabkan Indonesia harus kehilangan Pulau Sipadan-Ligitan. Yang teranyar pengakuan Malaysia atas beberapa budaya Indonesia.  Sebut saja reog asal Jawa Timur dan tari pendet asal Bali. Sejarahnya, memang hubungan kedua negara tak pernah mulus.
Hal ini berawal dari penjualan hak eksplorasi blok Ambalat yangkaya minyak oleh perusahaan minyak Malaysia, Petronas kepada perusahaanminyak Belanda, Shell. Indonesia merasa yakin kawasan blok Ambalat initermasuk ke dalam wilayah NKRI, dan bahkan sebelumnya pemerintah RIsudah menjual hak eksplorasi minyak di kawasan ini kepada perusahaanminyak Unocal. Secara diplomatic, RI sudah melayangkan protes resmi kepada pemerintah Malaysia. Namun, yang agak mengkhawatirkan,kekuatan militer kedua negara sudah mulai terlibat dalam konflik, meskipundalam skala kecil. Saat ini ada tujuh kapal perang TNI AL yang berpatroli dikawasan konflik dengan dukungan beberapa pesawat pengintai. Patroli,sekaligus unjuk kekuatan militer itu dilakukan menyusul adanya pesawat ALMalaysia yang berpatroli di wilayah RI. Dalam perkembangannya sempatterjadi ketegangan antara kedua pihak, pada saat KRI Rencong TNI ALterlibat manuver dengan sebuah kapal perang Malaysia.Akhir-akhir ini hubungan RI-Malaysia tidak begitu harmonis, karenabeberapa masalah yang melibatkan kedua negara.
Tidak cukup pada klaim wilayah perbatasan negara, permasalahan terjadi juga pada rakyat Indonesia yang menjadi TKI di Malaysia dikejar-kejar pasukan RELA, dicambuki, ditangkap dan dipulangkan serta diejek  sebagai orang-orang yang tidak mampu diurusi negaranya. Negara yang pimpinannya korup serta memikirkan dirinya sendiri. Perempuan-perempuan kita menjadi babu di keluarga-keluarga Malaysia yang kadang disiksa dan dianiaya. Misalnya, penganiayaan yang terjadi pada akhir Juni 2009 lalu. Penganiayaan menimpa Modesta Rengga Kaka (27) asal Ngamba Deta, Sumba Barat, yang bekerja pada seorang majikan bernama Choo Pelling di Kuala Lumpur. Akibat penganiayaan itu, Modesta menderita luka akibat pukulan rotan di sekujur tubuh. (hal. 217)
Penebangan liar adalah kegiatan penebangan, pengangkutan, serta penjualan yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat. Walaupun berapa pastinya angka penebangan liar sulit didapatkan karena aktivitasnya yang tidak sah, beberapa sumber mengindikasikan bahwa lebih dari separo dari semua kegiatan penebangan hutan itu bersifat liar atau tidak sah.
Penebangan liar itu terjadi dalam kaitannya dengan meningkatnya kebutuhan kayu dipasaran internasional, besarnya kapasitas industry kayu dalam negeri, konsumsi local, lemahnya penegakan hukum dan pemutihan kayu, kerugian utama adalah terjadinya penggunulan hutan. Laju deforestasi di Indonesia dalam lima tahun terakhir mencapai 2,83 juta hektar per tahun. Ini lah yang membuat hutan Indonesia menjadi rusak (Anissa, 2009:222).
Bila keadaan seoerti ini di biarkan maka Sulawesi, dan Papua akan menyusul Sumatera dan Kalimantan yang sudah mengalami kerusakan hutan. Pembalakan liar merupakan kasus lain yang juga harus diselesaikan oleh Indonesia dengan Malaysia. Dan bahwa kita lihat jelas yang dirugikan adalah Indonesia, Malaysia adalah transit utama dari produk kayu illegal dari Indonesia. Cukong-cukong kayu Malaysia membeli kayu dan membiayai pencuri kayu dari hutan-hutan Kalimantan dan Papua. Kayu yang ditebang berasal dari Indonesia, sedangkan kawasan Malaysia sendiri dibiarkan. Kayu-kayu curia nasal dari Indonesia itu diberi label legal oleh Kuala Lumpur dan selanjutnya dijual ke Eropa dan Jepang, baik dalam bentuk log, setengah jadi, maupun produk furniture. Di Malaysia pun tumbuh industry kayu lapis dengan cepat yang bahan-bahannya berasal dari kayu curian.
Dapat dikatakan bahwa upaya Indonesia untuk menangani masalah tentang penebangan liar ini sudah dibilang terlambat bahkan juga dapat dibilang efektif. Karena wataknya yang korup, uang cukong-cukong itu mampu mengendalikan aparat keamanan, pemda, dan birokrasi terkait dengan perkayuan. Di Malaysia sendiri para cukong itu dianggap sebagai pahlawan.
Sehingga pada tahun 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalampertemuan bilateral dua hari berlangsung di Bukittinggi, Sumatra Barat menekankan pemtingnya kerja sama yang komprehensif dalam mengatasi masalah pembalakan haram dan penyelundupan kayu curian. Untuk menjawab keinginan ke dua kepala Negara tersebut, Men tri kehutanan MS Kaban membentuk gugus tugas (task force). Pertemuan bilateral selanjutnya juga diadakan untuk membahas pembalakan liar dan penyelundupan kayu curian yang diadakan di Indonesia pada Februari 2006, terutama membahas pembalakan haram di sepanjang perbatasan (Anissa, 2009:224).
Indonesia dan Malaysia akhirnya menyepakati untuk bekerja sama untuk memerangi illegal logging dan berupaya untuk meningkatkan pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan dan lahan. Dengan demikian semua pihak di tingkat internasional akan menjadi jelas mana kayu yang legal dan mana kayu yang illegal.
Selain itu, kedua presiden itu menyepakati sgera dilakukannya kerja sama yang komprehensif untuk menanggulangi masalah polusi asap yang melintasi berbagai Negara. Mereka menyadari bahwa ppolusi itu akan datang dari dua arah, Malaysia maupun Indonesia. Kerja sama kedua Negara dilaksanakan dalam pembuatan hujan buatan serta pemadaman kebakaran hutan danlahan sejak awal timbulnya api. Kedua kepala Negara juga memnyepakati untuk melakukan penindakan tetrhadap perusahaan yang tidak bertanggung jawab dalamproses penyiapan lahan (Anissa, 2009:225).
Selain itu pula, Pada Oktober 2007 terjadi konflik akan lagu Rasa Sayang-Sayange dikarenakan lagu ini digunakan oleh departemen Pariwisata Malaysia untuk mempromosikan kepariwisataan Malaysia, yang dirilis sekitar Oktober 2007. Sementara Menteri Pariwisata Malaysia Adnan Tengku Mansor mengatakan bahwa lagu Rasa Sayange merupakan lagu Kepulauan Nusantara (Malay archipelago), Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu bersikeras lagu "Rasa Sayange" adalah milik Indonesia, karena merupakan lagu rakyat yang telah membudaya di provinsi ini sejak leluhur, sehingga klaim Malaysia itu hanya mengada-ada. Gubernur berusaha untuk mengumpulkan bukti otentik bahwa lagu Rasa Sayange merupakan lagu rakyat Maluku, dan setelah bukti tersebut terkumpul, akan diberikan kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Menteri Pariwisata Malaysia Adnan Tengku Mansor menyatakan bahwa rakyat Indonesia tidak bisa membuktikan bahwa lagu Rasa Sayange merupakan lagu rakyat Indonesia. 
Lalu Malaysia saat ini sedang dalam sengketa dengan Indonesia karena tuduhan pencurian warisan dalam kampanye iklan pariwisata baru-baru ini. Banyak lagu-lagu rakyat Indonesia diklaim oleh Malaysia, terutama Rasa Sayange lagu yang mengakibatkan aduk antara kedua negara pada tahun 2007. Item kebudayaan Indonesia yang lain juga telah diklaim sebagai asli Malaysia seperti angklung alat musik, Batik tekstil tradisional, dan Wayang Kulit (wayang Jawa Tengah) termasuk beberapa tarian tradisional seperti Reog (Ponorogo) dan Kuda Lumping dari Jawa Timur, Bali Tari Pendet Tari, Ninang Tari Garinging tari dari Sumatera Barat
Protes-protes terhadap Malaysia dalam berbagai kasus dapat dikatakan berangkat dari kesenjangan dan perbedaan dalam pemahaman identitas kedua negara terhadap satu dengan yang lain. Dalam empat sumber identitas kolektif yang dikatakan oleh Wendt, yaituinterdependence, common fate, homogeneity, andself-restraint,terdapat perkembangan pemahaman yang makin menjauh di kedua negara. Alhasil identitas kolektif seperti konsep serumpun semakin memiliki makna yang berbeda di kedua negara. Akan tetapi, seperti terlihat dalam laporan-laporan dan protes di Indonesia, kebanyakan masyarakat Indonesia masih memahami konsep serumpun dalam pengertian persahabatan dan hubungan keluarga, karena kesamaan sejarah, budaya dan nilai, persamaan nasib, saling membantu, dan akhirnya prinsip saling menghormati dalam pengertian keluarga seperti kakak dan adik. Ini terlihat dari penyelesalan yang diungkapkan berbagai pihak di Indonesia bila melihat Malaysia bertindak tidak sesuai dengan kerangka pemahaman keserumpunan yang mereka miliki. Sebaliknya di Malaysia, sebagaimana akan diuraikan dalam empat aspek identitas berikut, makna serumpun yang demikian agaknya mulai ditinggalkan, dan kalau pun ada, hanya sebatas retorika
Hubungan antara Indonesia dan Malaysia beberapa kali mengalami pasang surut. Pada tahun 1963, terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia. Perang ini berawal dari keinginan Malaysia untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak dengan Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1961. Sebenarnya hubungan Indonesi dengan Malaysia pada awalnya berjalan damai harmonis, khususnya dalam bidang pndidikan. Kerjasama antara Indonesia dengan negeri  jiran itu dalam bidang pendidikan berjalan dengan baik. Kenangan sejarah masa lalu turut mnguatkan anggapan itu. Ketika itu tahun 1970-an guru-guru Indonesia mendidik anak-anak Malaysia dalam mata pelajaran sains dan matmatika.
Hubungan Indonesia Malaysia yang pertama kali dikenal dalam konstelasi politik regional, diawali dengan konfrontasi Indonesia vs Malaysia. Perbedaan sejarah kolonialisasi membuat Rezim Soekarno atas ketidakpuasan terbentuknya negara Malaysia pada dekade tahun 1960an. Penyebarluasan imperialisme barat yang dinilai Soekarno memberikan pengaruh negatif terhadap kelangsungan negara-negara Asia Tenggara akhirnya membentuk suatu persepsi dan hubungan yang kurang baik dengan Malaysia. RI di masa Soekarno menganggap Malaysia sebagai antek imperialisme karena kedekatannya dengan Inggris. Muncullah saat ituDwikora, yang salah satu isinya adalah mengganyang Malaysia. Saat itu,sudah terjadi beberapa kali kontak senjata antara militer kedua negara.Politik Ganyang Malaysia pada tahun 60-an benar-benar dijiwai generasipada masa itu, sehingga banyak pemuda yang bersedia masuk wamil dandikirim di belantara Serawak untuk menyerbu Malaysia, meskipun banyak diantara mereka yang tidak kembali.
Pemulihan Hubungan Indonesia-Malaysia atas konfrontasi yang dibuat oleh Soekarno, diakhiri pada tahun 1967 dan sekaligus menggantikan posisi pemerintahan Soekarno yang jatuh karena pemberontakan G-30S PKI, kemudian berganti menjadi pemerintahan Soeharto yang sekaligus merupakan awal mula dari pemerintahan Orde baru ini. Upaya menggalakkan pemulihan hubungan diplomatik Indonesia-Malaysia pada khususnya dan Indonesia-PBB pada umumnya dicerminkan melalui kembalinya Indonesia dalam keanggotaan PBB.
Akan tetapi, perjalanan hubungan diplomatik antarnegara bertetangga memang tidak selalu berjalan mulus dan lancar. Utamanya Indonesia belakangan ini gencar disinggung oleh klaim budaya melalui propaganda pariwisata Malaysia. Kemudian, isu Terorisme yang gencar dibicarakan. Isu-isu perbatasan wilayah , penampungan kayu-kayu dan illegal logging, penyelundupan BBM dan sebagainya sehingga hubungan kedua negara tersebut sangat kurang harmonis[3]. Malaysia dinilai sebagai bangsa yang sangat melecehkan Indonesia bahkan menginjak-injak harga diri Indonesia. Dari hal inilah terlihat bahwa hubungan yang terjalin antara Indonesia-Malaysia tidak berjalan secara harmonis dan tidak mencerminkan suatu hubungan timbal-balik dalam lingkup geografis yang dapat menghasilkan kerjasama dari sektor perekenomian maupun militer
Hubungan indonesia  cenderung naik turun Setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan tanggapannya atas ketegangan hubungan Indonesia- Malaysia di Mabes TNI, Cilangkap, awal September lalu suasana konflik antardua negara serumpun–yang dipicu penahanan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), 13 Agustus lalu oleh polisi Malaysia–itu makin reda.
Dalam pidatonya,SBY menyatakan bahwa antara Indonesia dan Malaysia terdapat hubungan yang sangat erat, tidak hanya masalah ekonomi, tapi juga budaya. Menurut SBY dalam pidatonya, ada sekitar 13.000 pelajar dan mahasiswa Indonesia belajar di Malaysia dan 6.000 mahasiswa Malaysia belajar di Indonesia.Wisatawan Malaysia yang berkunjung ke Indonesia tergolong ketiga terbesar dalam kunjungan wisatawan mancanegara.
Investasi Malaysia di Indonesia lima tahun terakhir mencapai USD1,2 miliar, sedangkan investasi Indonesia di Malaysia bernilai USD534 juta. Sementara, perdagangan kedua negara mencapai USD11,4 miliar pada 2009. Dengan demikian,jika terjadi konflik terbuka, baik Indonesia maupun Malaysia akan rugi.Karena itu, ungkap SBY, persoalan yang muncul antara Indonesia dan Malaysia tidak selalu berarti ancaman bagi kedaulatan dan keutuhan wilayah.

No comments:

Post a Comment