Tuesday, 27 May 2014

observasi hukum pajak







OBSERVASI HUKUM PAJAK
Tentang
PAJAK SUMUR ARTESIS
(Studi Kasus di Desa Banaran)
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Pajak
Dosen Pengampu : 1. Drs. Tijan, M. Pd
      2. Natal Kristiyono, S.Pd., M.H.

Anggota Kelompok :
1.     Aprilia Ratna Dewi N.               (3301412121)
2.     Ahmad Arif Rohman                (3301412132)

3.     Alvian Octo Risty                      (3301412154)
4.     Wulan Septi Liana                     (3301412161)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2013
KATA PENGANTAR
            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt., yang telah memberikan anugerah dan karunia yang tak terhingga, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Dalam makalah laporan hasil observasi ini dipaparkan mengenai hasil observasi yang kami lakukan di Desa Banaran, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang tentang Pajak Air Tanah di desa tersebut. Penyusunan makalah ini guna memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Pajak.
            Perlu kami sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam mengerjakan makalah ini. Kami menyadari bahwa sesempurna apa pun karya manusia pasti selalu ada kekurangannya, karena yang sempurna hanyalah Allah Swt. Oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran dari pembaca sekalian.
            Dan akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat pada pembaca sekalian.

Semarang,  April 2014

                                   
Penulis        






DAFTAR ISI
Kata Pengantar           ………………………………………………………
Daftar Isi         ………………………………………………………………          1
Bab I Pendahuluan     ………………………………………………………          2
1.1 Latar Belakang        ………………………………………………          2
1.2 Rumusan Masalah   ………………………………………………          3
1.3 Tujuan          ………………………………………………………          3
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………………
Bab III Kajian Teori   ……………………………………………………....
Bab II Metodologi      ………………………………………………………         
Bab III Hasil dan Pembahasan           ………………………………………         
3.1 Hasil Observasi        ………………………………………………         
3.2 Pembahasan             ………………………………………………         
Bab IV Penutup          ………………………………………………………         
4.1 Simpulan      ……………………………………………………....         
4.2 Saran            ………………………………………………………         
Daftar Pustaka                        ………………………………………………………         
Lampiran





BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Air merupakan salah satu sumber kehidupan bagi manusia yang paling utama. Oleh karena itu, ketersediaan air harus terpenuhi dalam jumlah yang memadai. Seiring dengan perkembangan zaman, jumlah manusia semakin bertambah dan tentu menuntut jumlah air dalam jumlah yang banyak pula. Banyak cara yang dilakukan manusia untuk pemenuhan kebutuhan terhadap air, di antaranya adalah dengan didirikannya PDAM. Sedangkan yang baru-baru ini adalah menggunakan sumur bor atau yang sering disebut dengan air bawah tanah (sumur artetis).
Sumur artetis merupakan sumur yang sengaja dibuat untuk mengalirkan air  bertekanan tinggi dari ekuiver (lapisan penampung air)  yang ada di permukaan tanah ke permukaan. Penggunaan sumur artetis ini telah membawa manfaat yang besar bagi kelangsungan hidup masyarakat. Seperti yang dirasakan masyarakat Sekaran, kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Karena mereka tidak lagi khawatir kekurangan air.
Sumur artetis ini pun mulai banyak diterapkan oleh masyarakat Kota Semarang. Oleh karena itu Pemkot Semarang mulai membatasi penggunaan sumur bor ini, yaitu dengan adanya Perda Pemkot Semarang mengenai penarikan pajak terhadap Sumur Artetis. Pengenaan pajak tersebut bertujuan untuk mengendalikan pemanfaatan dan/atau penggunaan air tanah. Selain dapat mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD), penentuan pajak juga diharapkan mampu mengendalikan penggunaan air tanah secara berlebih. Ketua Pansus Raperda Pajak Yearzy Ferdian mengungkapkan penentuan pajak 20% merupakan nilai maksimal yang diamanatkan UU No 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. ”Jadi jika telah ditetapkan jadi perda,tidak semata-mata berorientasi pada pendapatan saja.


1.2     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana peraturan perundang-undangan yang mengatur pajak terhadap Sumur Artesis di daerah Kota Semarang?
2.      Bagaimana alur perizinan pembuatan sumur artesis di Desa Banaran, Kecamatan Gunungpati, Semarang?
3.      Apakah sumur artesis di Desa Banaran dikenai pajak?

1.3      Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penyusunan laporan hasil observasi ini adalah sebagai berikut:
  1. Untuk mengetahui peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pajak Sumur Artesis di Kota Semarang.
  2. Untuk mengatahui alur perizinan pembuatan sumur artesis di Desa Banaran, Kecamatan Gunungpati, Semarang.
  3. Untuk mengetahui apakah sumur artesis di Desa Banaran, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang dikenai pajak.

1.4        Manfaat Penelitian
  1. Teoritis
1.      Menambah pengetahuan pada Pendidikan pancasila dan Kewarganegaraan mengenai Hukum Pajak Sumur Artesis.
  1. Praktis
1.      Bagi Mahasiswa
a)      menambah pengetahuan tentang hukum pahak terhadap sumur artesis,
2.      Bagi Masyarakat
a)       menambah pengetahuan tentang pembayaran pajak terhadap sumur artesis,
b)      meningkatkan peran masyarakat dalam membayar pajak.
3.      Bagi Pemerintah
a)      meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan dan/atau pemanfaatan sumur artesis,
b)      memperbaiki dan meningkatkan kualitas pemerintah dalam mengolah pajak.
















BAB II
KAJIAN TEORI
1.        Pajak
Banyak  definisi   atau   batasan   yang   telah   dikemukakan   oleh   pakar  yang   satu   sama   lain   pada   dasarnya   memiliki   tujuan   yang   s ama   yaitu merumuskan       pengertian     pajak  sehingga    mudah      untuk    dipahami, perbedaannya hanya terletak pada sudut pandang yang digunakan oleh masing-masing      pihak     pada    saat  merumuskan        pengertian    pajak. Pengertian    pajak   secara   umum     adalah   iuran  wajib   dari   penduduk kepada negara berdasarkan undang-undang yang pelaksanaannya dapat dipaksakan     tanpa  mendapat     imbalan   secara   langsung    yang   hasilnya digunakan   untuk  menyelenggarakan   pemerintahan   dan   pembangunan nasional.
Definisi pajak menurut beberapa ahli:
a)             Menurut P.J.A. Adriani
“Pajak  adalah     iuran  kepada    negara   (yang   dapat   dipaksakan)     yang  terutang oleh yang  wajib     membayarnya       menurut     peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan   yang  gunanya   adalah   untuk   membiayai   pengeluaran-pengeluaran umum      berhubungan      dengan     tugas   negara    yang   menyelenggarakan pemerintahan”. (Waluyo, Wirawan, 2002 : 4 )
b)             Rachmat Soemitro
“Pajak ialah iuran rakyat kepada negara (peralihan kekayaan dari sektor swasta     ke   sektor  publik)    berdasarkan     undang-undang       yang    dapat dengan tidak mendapat imbalan yang secara langsung dapat ditunjukan,   yang   digunakan   sebagai   alat   pendorong, penghambat   atau pencegah      untuk   mencapai    tujuan   yang   ada   dalam  bidang     keuangan negara”. (Mardiasmo, 2002 : 1)
Dari   definisi   tersebut   di   atas,   dapat   disimpulkan  bahwa   ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah :
1)        Pajak     dipungut     berdasarkan       undang-undang         serta    aturan pelaksanaannya dapat dipaksakan.
2)        Dalam   pembayaran   pajak       tidak   dapat   ditunjukan   adanya   kontra prestasi individual oleh pemerintah.
3)        Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah maupun pusat maupun daerah.
4)        Pajak    diperuntukan      bagi   pengeluaran-pengeluaran        pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public  investment.
Seperti disebutkan sebelumnya pajak merupakan bagian yang terbesar dari pendapatan Negara. Ditinjau dari pembayar pajak, pajak merupakan beban yang ditimpakan kepada pembayarannya. Dalam beberapa hal beban tersebut dapat dialihkan kepada pihak lain sebagaimana halnya dengan Pajak Pertambahan Nilai sebagai penanggung pajak (incldence) adalah pembeli terakhir atau konsumen.
Pengertian pajak sudah berubah sejak dikenal beratus tahun lalu. Pajak sebagaimana dimaksudkan sekarang termasuk penerimaan Negara yang disebut pungutan (levy) dan dipaksakan berdasarkan peraturan resmi atau undang-undang, Pungutan terdiri terdiri dari beberapa jenis pajak dan terkadang dibedakan seperti bea, cukai, dan pungutan lain yang disebut retribusi (charges).
2.        Hukum Pajak
Beikut ini adalah beberapa pengertian hukum pajak menurut para ahli.
a) Rochmat Soemitro
Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan yang mengatur antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak. Dengan kata lain, hukum pajak menerangkan mengenai siapa saja wajib pajak (subjek) dan apa kewajiban-kewajiban mereka terhadap pemerintah, hak-hak pemerintah, objek-objek apa saja yang dikenakan pajak, cara penagihan, cara pengajuan keberatan-keberatan, dan sebagainya.
b) Bohari
Dalam bukunya yang berjudul Pengantar hukum pajak, Raja Grafindo Persada Jakarta,1995, beliau mendefinisikan hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.
Beberapa hal yang diatur dalam hukum pajak :
  1. Siapa yang menjadi subjek pajak dan wajib pajak
  2. Objek apa saja yang menjadi objek pajak
  3. Kewajiban pajak terhadap pemerintah
  4. Timbul dan hapusnya utang pajak
  5. Cara penagihan pajak
  6. Cara mengajukan keberatsan dan banding
c) Santoso Brotodihardjo
hukum pajak juga disebut hukum fiskal adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada rakyat melalui kas Negara. Istilah pajak sering disamakan dengan istilah fiskal, yang berasal dari bahasa latin fiscal yang berarti kantong uang atau keranjang uang. Istilah fiskal yang dimaksud sekarang adalah kas negara sedangkan fiscus disamakan dengan pihak yang mengurus penerimaan negara atau disebut juga administrasi pajak.
3.        Sumur Artesis




BAB III
METODOLOGI
Maksud dari pengumpulan data adalah untuk memperoleh data yang relevan, akurat dan reliabel untuk itu diperlukan teknik-teknik, prosedur-prosedur, dan alat-alat tertentu. Penggunaan metode dan teknik yang tepat akan memberikan kemudahan dalam mengolah dan menganalisa data-data yang diperoleh, sehingga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi. Metode pengumpulan data yang dipakai dalam observasi ini adalah pengamatan, wawancara, dan dokumentasi.
Pengamatan bertujuan untuk mendeskripsikan kegiatan yang berkaitan dengna obyek yang diteliti. Pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui system pajak terhadap sumur artisis di Desa Banaran Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Sedangkan wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawabaan atas pertanyaan (Moleong, 2005: 186). Jadi wawancara dapat diartikan bertanya langsung kepada narasumber untuk memperoleh data dan infomasi yang berkenaan dengan observasi ini. Wawancara ini digunakan untuk mengungkapkan sistem pembayaran pajak terhadap sumur artisis di Desa Banaran Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Dalam melakukan wawancara menggunakan wawancara formal, yaitu metode wawancara dimana pengamat menggunakan alat bantu pedoman wawancara. Pedoman tersebut berupa pertanyaan-pertanyaan untuk memperoleh informasi dan data-data tentang sumur artesis di Desa Banaran Kecamatan Gungungpati Kota Semarang. Dan metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, rapat, prasasti, maupun agenda (Arikunto, 2002: 2006). Dalam pengamatan ini menggunakan literatur yang berkaitan dengan pajak sumur artesis  di desa tersebut.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1         Hasil Observasi
Pada hari Selasa, 15 April 2014, Penulis melakukan observasi atau pengamatan mengenai Pajak Sumur Artetis (Air Tanah) bertempat di Desa Banaran, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Tepatnya di Dextra Kost, Banaran-Sekaran, Jalan Hardiyanto, RT 02/RW 04, No. 21 (belakang apotek CV  Farma). Pemilik dari sumur artetis atau sumur bor ini adalah Bapak Medhi Supoyo. Beliau asli orang Solo, namun sejak tahun 1990’an Bapak Medhi pindah ke Semarang. Pada tahun 1994 Dextra Kost dibangun. Pembangunan kost tersebut juga bersamaan dengan pembuatan sumur bor tersebut. Sumur milik Bapak Medhi Supoyo mempunyai kedalaman 60 meter dari permukaan tanah. Sumur tersebut dibuat untuk digunakan para penghuni kos dextran.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah pengamat lakukan dengan Narasumber, bahwa sebelum pembuatan sumur bor, ada beberapa persyaratan yang harus beliau penuhi, di antaranya adalah ijin dari warga sekitar yang diketahui oleh Kepala Desa Banaran. Ijin tersebut berisi pernyataan bahwa warga sekitar tidak keberatan dengan pengeboran air bawah tanah. Selain itu juga menganalisa air bawah tanah tersebut apakah air tersebut layak digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau tidak. jika layak, maka Pak Medhi harus mengurus biaya pembuatan sumur bor ke kekelurahan. Biaya pembuatan sumur bor pada tahun itu sebesar Rp. 80.000,00 termasuk pajak yang harus dibayarkan ke kelurahan. Setelah proses ijin sudah dilaksanakan maka baru bisa dilakukan pengeboran.
Setelah melakukan pengeboran, air dari sumur bor tersebut ditampung di bak penampungan air sebanyak tiga tabung. Setiap tabungnya mampu menampung air sebanyak 6000 liter. Sehingga total air yang dapat ditampung sebanyak 18.000 liter. Air sebanyak itu digunakan untuk 29 kamar. Setiap hari rata-rata dapat mengisi bak penampungan sebanyak dua sampai tiga kali.

3.2         Pembahasan
Sebuah akuifer artesis adalah sebuah akuifer terbatas berisi air tanah yang akan mengalir ke atas melalui sebuah sumur yang disebut sumur artesis tanpa perlu dipompa. Air dapat mencapai permukaan tanah apabila tekanan alaminya cukup tinggi, dalam hal ini sumur itu disebut sumur artesis mengalir.
Sebuah akuifer adalah satu tingkatan batu halus, seperti batu kapur atau batu pasir yang menyerap air dari sebuah aliran air. Batu berpori-pori terletak di antara batu kedap air atau tanah liat. Ini mengakibatkan tekanan tinggi, sehingga ketika air menemukan jalur keluar, air tersebut melawan gravitasi dan mengalir ke atas daripada ke bawah. Pengisian akuifer terjadi ketika permukaan air di daerah pengisiannya berada pada ketinggian yang lebih tinggi daripada kepala sumur.
a.              Peraturan Daerah Kota Semarang tentang Pajak Air Tanah
Dasar peraturan pemungutan Pajak Air Tanah di Desa Banara, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang adalah Peraturan Daerah Kota Semarang No. 8 Tahun 2011 tentang Pajak Air Tanah. Dalam pasal 2 disebutkan bahwa Pajak   Air  Tanah   dipungut     pajak   sebagai   pembayaran   atas      pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. Sedangkan dalam Pasal 3 dan 4 disebutkan objek dan wajib pajak air tanah. Objek dari pemungutan pajak tersebut adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. Sedangkan Subjek dari Pajak Air Tanah adalah orang pribadi  atau badan  yang   melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah.
Kemudian untuk dasar pengenaan pajak terhadap pemanfaatan air tanah disebutkan Pasal 5 bahwa dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Air Tanah. Nilai  Perolehan   Air    Tanah   mempertimbangkan   sebagian   atau   seluruh   faktor-faktor  berikut : jenis sumber air; lokasi sumber air; tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air; volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan; kualitas air; tingkat    kerusakan     lingkungan     yang   diakibatkan     oleh   pengambilan      dan/atau pemanfaatan air; musim pengambilan air; dan  luas areal tempat pengambilan air.
Tarif pajak yang dikenakan untuk pemanfaatan air tanah adalah sebesar 20%. Penarikan pajak tersebut dilakukan setiap bulan (dalam kalender) serta tidak dapa diborongkan.
b.             Alur Perizinan Pembuatan Sumur Artetis di Desa Banaran
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di Desa Banaran, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, alur perizinan yang dilakukan sebelum pembuatan sumur artesis antara lain meminta  ijin dari warga sekitar yang diketahui oleh Kepala Desa Banaran. Ijin tersebut berisi pernyataan bahwa warga sekitar tidak keberatan dengan pengeboran air bawah tanah. Selain itu juga menganalisa air bawah tanah tersebut apakah air tersebut layak digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau tidak. jika layak maka harus mengurus administrasi kekelurahan sekaligus membayar biaya pembuatan sumur bor termasuk membayar pajak pembuatan.
c.              Pengenaan Pajak terhadap Sumur Artetis di Desa Banaran
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan bahwa penggunaan atas air tanah (sumur artetis) untuk keperluan usaha di Desa Banaran, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang dipungut pajak tetapi hanya sekali saja yaitu pada waktu pembuatan. Selanjutnya tidak dipungut pajak. Namun hal itu berbeda dengan Peraturan Daerah yang mewajibkan pembayaran pajak setiap bulan bagi pemilik sumur artetis.








BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Peraturan Perundangan-undangan yang megatur tentang pemungutan pajak terhadap aumur artesis di Kota Semarang adalah Peraturan Daerah Kota Semarang No. 8 Tahun 2011 tentang Pajak Air Tanah. Tarif yang dikenakan terhadap penggunaan dan/atau pemanfaatan air tanah sebesar 20%. Peraturan tersebut juga berlaku di Desa Banaran, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang.
Alur perizinan sebelum pembuatan sumur artesis di Desa Banaran, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang antara lain meminta ijin kepada Ketua RT/RW, dan warga sekitar yang diketahui oleh Kepala Desa setempat. Mengenai perizinan juga dikenai biaya.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, pemanfaatan dan/atau penggunaan sumur artesis di Desa Banaran dipungut pajak. Namun pajak hanya dibayarkan sekali saja pada waktu pembuatan sumur artesis dan setelah itu tidak dipungut pajak lagi. Hal itu berbeda dengan Perda Kota Semarang yang mengenakan pemungutan pajak kepada setiap pemilik sumur artetis.
B. Saran
Sebaiknya dalam pembuatan sumur artetis harus memperhatikan keadaan lingkungan (ekosistem) sekitar. Jangan sampai pembuatan sumur artetis tersebut justru menganggu lingkungan sekitarnya. Pengenaan pajak terhadap sumur artetis merupakan salah satu upaya dalam mengendalikan dan mengawasi pemanfaatan air bawah tanah. Diharapkan dengan adanya pengenaan pajak terhadap pengeboran air bawah tanah dapat mengurangi penyalahgunaan sumur artetis. Oleh karena itu perlu adanya pengawasan terhadap pemungutan pajak tersebut. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, melainkan juga kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat.


REKOMENDASI
1.             Bagi Pemerintah
Pemerintah hendaknya lebih intensif lagi dalam mengawasi penggunaan dan/atau pemanfaatan air bawah tanah (sumur artesis). Sehingga tidak terjadi penyimpangan dalam penggunaan sumur artesis tersebut.
2.             Bagi masyarakat
Seharusnya masyarakat lebih taat lagi terhadap hokum pajak yang berlaku dalam pemerintahan.


DAFTAR PUSTAKA
Akuifer artesis. http://id.wikipedia.org/wiki/Akuifer_artesis. diakses 20 April 2014
Lembaran Daerah Kota Semarang Tahun 2011 No. 8. Peraturan Daerah Kota Semarang No. 8 Tahun 2011 tentang Pajak Air Tanah.
Pengguna Air Tanah dibebani Pajak 20%. http://www.ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=10559&q=&hlm=37. Diakses 24 April 2014.
Kamus Besar Bahasa Indonesia: Sumur. http://kbbi.web.id/sumur. diakses 24 April 2014
Pengertian Hukum Pajak. 2012. http://hukum-pajak.blogspot.com/2010/04/pengertian-hukum-pajak.html. diakses 29 April 2014

No comments:

Post a Comment