Friday, 3 July 2015

FILSAFAT POLITIK DAN DEMOKRASI




 
FILSAFAT POLITIK DAN DEMOKRASI





Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Politik
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Suyahmo, M.Si
Noorrochmat Isdaryanto, S.S, M.Si




Disusun Oleh:
1.    Wifki Ananta                             (3301412120)
2.    Ahmad Arif Rohman                 (3301412132)
3.    Fitria Atika Sari                         (3301412139)
4.    Lestari Nurma L                         (3301412164)
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2015


PRAKATA

Puji syukur kami panjatakan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan  rahmat dan  ridha-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyusun makalah Filsafat Politik. Dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai “Filsafat Politik dan Demokrasi”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Politik.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Suyahmo, M.Si dan Noorochmat Isdaryanto, S.S, M.Si selaku dosen mata kuliah filsafat politik.  Serta semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca selalu kami harapkan. Semoga makalah ini memberikan manfaat kepada kami dan pembaca.

Semarang, 23 Maret 2015


Penyusun



DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................      
PRAKATA .........................................................................................................      i           
DAFTAR ISI  .....................................................................................................     ii
BAB I PENDAHULUAN                                                                                       1
1.1.   Latar Belakang  .....................................................................................     1
1.2.   Rumusan Masalah  ................................................................................     2
1.3.   Tujuan Penulisan  ..................................................................................     2
BAB II  PEMBAHASAN ...................................................................................     3           
       2.1 Pengertian Filsafat Politik......................................................................      3
       2.2 Pengertian Demokrasi.............................................................................     4
       2.3 Kaitan Antara Filsafat Politik dan Demokrasi ........................................     8
BAB III PENUTUP  ..........................................................................................     9
      3.1 kesimpulan............................................................................................ ....   9
      3.2 saran.......................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA   ......................................................................................   11


BAB I
 PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sejarah  filsafat  politik  adalah  studi  tentang  ide­ide  dan  institusi­institusi  yang  berkembang  sepanjang  waktu.  Ia  berusaha  menjelaskanpemahaman  mengenai  cara  bagaimana  manusia  di  sepanjang  jamanmembentuk  dan  mengimplementasikan  aspirasi  politik  dan  social  mereka.Namun,  filsafat  politik  juga  merupakan  suatu  yang  lebh  dari  sekedaranalisis mengenai teori­teori politik masa lalu. Ia merupakan prinsip-prinsipuniversal  yang  mendasari  fenomena  politik  dalam  semua  situasi  historisn (Henry J. Schmandt, 2009: 24­25).
Prinsip­prinsip  filsafat  politik  menjadi  dasar  munculnya  ideologypolitik.  Ideology  berbeda  dengan  filsafat  yang  sifatnya  merenung, ideologi mempunyai  tujuan  untuk  menggerakkan  kegiatan  dan  aksi.  Ideology  yang berkembang  dipengaruhi  oleh  kejadian­kejadian  dan  pengalaman­pengalaman  dalam  masyarakat  dimana  ia  berada,  dan  sering  harusmengadakan  kompromi  serta  perubahan­perubahan  yang  cukup  luas(Miriam Budiardjo, 2008: 46). Contoh ideology politik misalnya demokrasi.
Berfilsafat berarti berfikir secara mendasar, mendalam, untuk mendapatkan hakikat, subtansi dari sesuatu yang dipikirkan. Salah satunya adalah befilsafat tentang politik. Politik merupakan ilmu tentang hal ihwal kewargaan. Sehingga filsafat politik adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji hakikat kekuasaan/alokasi/kebijakan/keputusan/program untuk memperoleh kebenaran. Filsafat politik merupakan salah satu cabang filsafat yang tertua. Filsafat politik adalah refleksi filsafat mengenai masalah-masalah sosial politik yang dapat dibedakan menjadi dua bagian pembahasan yang berkaitan erat. Yang pertama mempersoalkan hakikat sedangkan yang kedua fungsi dan tujuan.
Demokrasi sebagai salah satu produk politik dan juga merupakan tatanan politik memiliki sejarah yang amat panjang. Keberadaan ide demokrasi telah berlangsung sejak 508 tahun sebelum masehi dan hingga kini masih diyakini terus akan berevolusi sesuai dengan perkembangan zaman. Demokrasi sering diartikan sebagai pemerintahan rakyat atau suatu pemerintahan di mana rakyat memegang kedaulatan tertinggi atau rakyat diikutsertakan dalam pemerintahan negara sehingga semua bertanggung jawab terhadap pembangunan bangsa. Franz Magnis-Suseno menyebutkan bahwa ada lima ciri hakiki negara demokratis yaitu (1) negara hukum; (2) pemerintah yang di bawah kontrol nyata masyarakat (3) pemilihan umum yang bebas (4) prinsip mayoritas (5) adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis menetapkan rumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana definisi filsafat politik?
2.      Bagaimana definisi demokarsi?
3.      Bagaimana kaitan antara filsafat politik dan demokrasi?
4.      Bagaimana contoh kasus dalam demokrasi?

1.3  Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk memnuhi tugas mata kuliah Filsafat Politik. Selain itu juga memiliki tujuan lain sebagai berikut.
1.      Mengetahui definisi filsafat politik.
2.      Mengetahui definisi demokarsi.
3.      Mengetahui kaitan antara fisafat politik dan demokrasi.
4.      Mengetahui contoh kasus dalam demokrasi.




BAB II
PEMBAHASAN


2.1    Pengertian Filsafat Politik
Sebelum membahas secara lebih dalam mengenai filsafat politik kita ada baikya memahami makna atau arti dari kata “filsafat” dan “politik”. Filsafat artinya sama dengan falsafah=philosophia yang artinya cinta kebijaksanaan (Philo=cinta, sophia=kebijaksanaan). Filsafat menemukan sebuah kebenaran karena filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Filsafat bertujuan mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan menilai pengetahuan ini, menemukan hakikatnya dan menerbitkan serta mengatur semuannya itu, di dalam bentuk yang sistematis. Filsafat membawa kita kepada pemahaman dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yag lebih layak.
            Politik menurut Prof. Meriam Budiarjo adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan tertentu. Lain halnya dengan Prof. Meriam Budiarjo, Ramlah Surbakti memberikan definisinya tentang politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam satu wilayah tertentu. Sedangkan menurut Noorochmat Isdaryanto menyebutkan bahwa politik adalah ilmu yang mengkaji tentang hal ihwal “kewargaan”. Hal ikhwal kewargaan ini melipuuti perilaku warga negara, kekuasaan, alokasi yang bisa alokasi sumber daya manusia, sumber daya alam dan nilai, tujuan , kebijakan, keputusan serta program.
Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat politik adalah ilmu peggetahuan yang meyelidiki hakikat kekuasaan/ alokasi (yang bisa alokasi sumber daya manusia, sumber daya alam dan nilai), tujuan, kebijakan, keputusan serta program untuk memperoleh kebenaran. Lain halnya dengan Leo Strauss menyatakan bahwa filsafat politik merupakan tatanan politik yang baik dan jujur. Jika kita berada di wilayah filsafat politik, perhatian kita tertuju pada persoalan: “apa yang disebut dengan kebaikan umum atau masyarakat yang baik itu?” hal ini berkaitan dengan sasaran dan tujuan yang harus diikuti oleh masyarakat politis. Masyarakat politis perlu untuk menjawab persoalan yang berkaitan dengan tujuan negara, justifiki moral atas kekuasaan politik dan garis pembatas antara otoritas pemerintah dan kebebasan manusia.
Masyarakat politik wajib melacak cara-cara bagaimana kekuaan politik harus digunakan dan batas-batas moral harus diberikan padanya. Dalam hal ini yang harus ditekankan adalah ketika kekuatan politik digunakan sebagai upaya untuk mencapai tujuan seperti yang diinginkan, tetapi kekuatan politik itu harus tetap memperhatikan rambu-rambu normatif yang melekat pada moral. Tidak dibenarkan jika orientasinya kearah kebaikan tetapi diperoleh dengan cara-cara yang melanggar norma moral (Suyahmo, 2015: 44-45).

2.2    Pengertian Demokrasi
Kata “demokrasi” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “demos” yang berarti “rakyat” dan “kratos” yang berarti “pemerintahan”. Demokrasi berarti pemerintahan rakyat, atau suatu pemerintahan dimana rakyat memegang kedaulatan tertinggi atau rakyat diikutsertakan dalam pemerintahan negara. Dengan diikutsertakan rakyat dalam pemerintahan, berarti semua ikut bertanggung jawab dalam pembangunan negara.
Menurut Abraham Lincoln hakikat demokrasi adalah pemerintahan “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” dari rakyat yang artinyapemerintahan itu sumbernya, asal muasalnya dari rakyat lewat persetujuan bersama lewat kontrak sosial. Oleh rakyat, artinya lewat persetujuan bersama lewat kontrak sosial itu jika individu terlibat di dalamnnya untuk megadakan kontrak sosial tersebut jumlahnya sedikit, bisa dilakukan dengan kesepakatan bersama untuk memilih atau menunjuk pemimpin yang diberi tugas untuk mengatur rakyat itu. Namun bilamana jumlah individu yang terlibat di dalamnya  jumlahnya banyak, maka cara yang digunakan untuk memilih atau menunjuk pemimpin bisa dilakukan lewat pemilu. Untuk rakyat artinya ketika pemimpin yang dipilih ditetapkan dengan aturan-aturan hukum yang sah, ia berkewajiban untuk mengatur kehidupan rakyat secara baik dan benar. Baik dan benar merupakan suatu nilai yang harus diijadikan tolok ukur seorang pemimpin, sehingga sikap dan perilakunya akan bepihak pada rasa keadilan, tidak mementingkan dirinya dan kelompoknya tetapi berorientasi pada kepentingan berrsama.
Dalam Suyahmo (2014:3) menyebutkan bahwa standar atau tolak ukur demokrasi secara transparan ditandai oleh: 1) hak pilih universal, yaitu hak setiap warga negara untuk memilih. Demokrasi megandung hak pilih universal, hak semua warga negara, laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, untuk memilih dalam pemilihan, tidak pandang bangsa atau agama. Pembatasan hanya berlaku pada orang yang belum dewasa (mereka yang berusia kurang dari 21 tahun, 18 tahun atau 17 tahun) dan para penghuni rumah sakit jiwa dan sejenisnya; 2) Pemerintahan perwakilan menjadi pilihan dan ciri khas bagi negara-negara modern. Hak pilih universal dinyatakan dengan memilih wakil-wakil rakyat yang kemudian dibebani tanggung jawab untuk membuat, mengelola dan mengawasi pelaksanaan kebijakan umum; 3) Selain itu demokrasi dalam aktualisasinya menuntut adaya suatu kompetisi lewat pemungutan suara dalam pemilihan untuk memilih waki-wakil rakyat. Para wakil yang akan dipilih oleh rakyat itu distrukturkan oleh sebuah sistem partai politik yang jumlahnya lebih dari satu partai. Bilamana hanya ada satu partai politik yang eksis dalam suatu negara tersebut, seperti yang berlaku di negara-negara yang berideologikan komunis maka demokrasi yang menjadi dambaan rakyat tidak akan terwujud.
Suatu negara dapat dikatakan sebagai negara demokrasi bilamana memiliki asas seperti berikut ini 1) pengakuan HAM sebagai penghargaan martabat manusia. Pengakuan HAM diwujudkan dalam tindakan-tindakannegara/pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia tanpa melupakan kepentinga umum. Pengakua HAM tersebut ditulis dalam UUD 1945 negara dan berbagai bentuk perundang-undangan sebagai penjabaran dan pelaksanaan dari UUD;  2) Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan. Dalam negara demokrasi pemerintahan yang berkuasa merupakan pemerintahan yang dibentuk oleh rakyat, pemerintahan yang mengatur negara wajib mendapat dukungan dan partisipasi dari rakyat. Apabila pemeritahan yang ada tidak mendapatkan dukungan/tidak adanya partisipasi dari rakyat maka pemerintahan tersebut akan runtuh. Lalu bagaiman dengan demokrasi yag diterapkan di Indonesia?

Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi Pancasila. Apa Demokrasi pancasila adalah demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur. Ketika sidang BPUPKI menyetujui konsep pemikiran Ir.Soekarno tentang Pancasila sebagai dasar falsafah negara Republik Indonesia pada 1 Juni 1945, sejak saat itu sistem pemerintahan yang akan diterapkan untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara merujuk pada Demokrasi Pancasila.
Terdapat beberapa pengertian terkait dengan Demokrasi Pancasila. Berikut akan dipaparkan beberapa pengertian tentang Demokrasi Pancasila menurut beberapa ahli:
a.    Menurut Prof. Dardji Darmodiharjo, Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945.
b.    Prof. Drs. Notonegoro menyebutkan bahwa Demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan ataupun perwakilan yang berketuhanan Yang Maha Esa, yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab, yang mempersatukan Indonesia dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pembahasan terhadap demokrasi Pancasila tak lepas kaitannya dengan ideologi Pancasila. Ideologi Pancasila bukanlah ideologi dari seseorang atau sekelompok kecil bangsa Indonesia yang diperuntukan bagi seluruh bangsa Indonesia, tetapi merupakan suatu ideologi dari dan diperuntukan bagi seluruh bangsa Indonesia. Dengan demikian, demokrasi pancasila menunjuk pada bentuk sistem yang dicirikan oleh Pancasila  dan diperuntukan bagi seluruh Indonesia.
Sistem pemerintahan yang dicirikan demokrasi Pancasila, ditunjukan oleh sila keempat “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Sebagaimana sistem filsafat Pancasila, maka demokrasi yang ditunjukan sila keempat itu dijiwai dan diliputi oleh sila-sila diatasnya dan menjiwai sila yang dibawahnya. Dengan demikian sila keempat dijiwai dan diliputi Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Sila Keempat Menjiwai Dan Meliputu Sila Keadilaan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Tujuan yang ingin diwujudkan oleh kerakyatan atau demokrasi tidak lain adalah untuk mewujudkan suatu kebahagiaan. Dalam konteks demokrasi Pancasila, tujuan yang hendak dicapai adalah umtuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, seperti yang telah diungkapkan di dalam pembukaan UUD 1945, yaitu kebahagiaan hidup yang bersifat umum, berupa kebahagiaan hidup bersama atau kesejahteraan bersama yang memperhatikan kesejahteraan individu.
Hikmat Kebijaksanaan. “hikmat” adalah suatu kebenaran yang mengandung maanfaat bagi kepentingan umum atau kepentingan orang banyak. Hikmat ini yang menjadi sumbernya adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian sila pertama menjiwai sila keeempat harus memperhatikan petunjuk-petunjuk  Tuhan. “kebijaksanaan” merupakaan perbuataan manusia yang didasarkan dorongan kehendak yang baik, dan putusan akal untuk mencapai kebenaran yang sesuai dengan rasa kemanusiaan.
Jadi “hikmat kebijaksanaan” merupakan konsep yang dapat dijadikan dasar pertimbangan yang sangat baik, karena menghubungkan dua hal yang fundamental yaitu: Firman Tuhan dan pemikiran manusia. Dua hal ini harus diperhatikan sebagai dasar untuk memimpin kerakyatan dan demokrasi, terutama bagi negara-negara yang didalamnya ajaran-ajaran agama tumbuh dengan subur. Bilamana hanya menitikberatkan pada firman Tuhan saja tanpa akal pikiran maka akan kehilangan maknanya, sebaliknya jika akal pikiran menjadi perhatian utamanya tanpa dilandasi Firman Tuhan juga akan kehilangan maknanya bahkan dapat tersesat. Oleh karena itu kedua-duanya harus diperhatikan dalam mencapai kebahagiaan hidup manusia. Jadi dapat disempulkan bahwa, kerakyatan atau demokrasi dalam konteks sila keempat harus dijiwai Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, serta dilandasi oleh semangat persatuan.
Permusyawaratan/Perwakilan,”Perwakilan” maknanya ialah merupakan sistem, suatu cara yang ditempuh untuk mememecahkan sesuatu persoalan yang dihadapi bersama, dengan mengadakan suatu rapat sebagai forum pertukaran pendapat untuk mencapai kesepakatan bersama. “perwakilan” berarti suatu tata cara yang diambil agar semua rakyat dapat ambil bagian dalam pemerintahan yaitu melalui perwakilan.
Dalam sila keeempat antara “permusyawaratan” dan “perwakilan” ditandai dengan garis miring, artinya adalah dasar atau maknanya ialah tidak hanya hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan saja, tetapi hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dari perwakilan rakyat. Jadi dalam memutuskan masalah ada yang dilakukan dengan permusyawaratan langsung tanpa perwakilan, seperti yang dilakukan dengan rembuk desa, atau pertemuan-pertemuan ditingkat RT/RW, tetapi juga ada yanga melalui wakil-wakil rakyat dalam permusyawaratan untuk memutuskan suatu masalah dan sifatnya tidak langsung.
Jadi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan maknanya adalah “suatu sistem pemerintahan rakyat dengan cara melalui badan-badan tertentu, yang dalam menetapkan suatu peraturan yang ditempuh dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat atas dasar kebenaran dari Tuhan dan putusan akal sesuai dengan rasa kemanusiaan yang memperhatikan dan mempertimbangkan kehendak rakyat untuk mencapai kebaikan hidup bersama”.Sistem pemerintahan seperti yang terjabar dalam sila keempat ini dinamakan “demokrasi pancasila” yaitu demokrasi Pancasila yang dipimpin oleh hikmat kebijkasanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sedangkan yang menjadi pangkal tolak demokrasi ini adalah paham kekekluargaan, paham kebersamaan.
Dalam demokrasi Pancasila, warga negara Indoensia mempunyai kedudukan, hak, kewajiban yang sama. Oleh karena itu dalam menggunakan haknya setiap individu harus memperhatikan dan mengutamakan kepentingan masyarakat dan kepentingan negara, tidak boleh memaksakan kehendak pada pihak lain. dengan itikad baik dan dengan penuh rasa tanggungjawab harus menghormati dan mentaati setiap hasil keputusan yang telah disepakati bersama dalam lembaga perwakilan rakyat. Dengan demikian keputusan yang diambil harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebebasan dan keadilan dengan tujuan untuk membangun dan mengembangkan hidup yang mengutamakn persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama (Suyahmo, 2014 36-39).

2.3    HubunganAntara Filsafat Politik DanDemokrasi
Prinsip-prinsip filsafat politik menjadi dasar munculnya ideology politik. Ideology berbeda dengan filsafat yang sifatnya merenung, ideology mempunyai tujuan untuk menggerakkan kegiatan dan aksi. Ideology yang berkembang dipengaruhi oleh kejadian-kejadian dan pengalaman-pengalaman dalam masyarakat dimana ia berada, dan sering harus mengadakan kompromi serta perubahan-perubahan yang cukup luas (Miriam Budiardjo, 2008: 46). Contoh ideology politik misalnya demokrasi.
Filsafat politik demokrasi pada mulanya dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles yang mengatakan bahwa tugas negara adalah untuk mengarahkan kehidupan manusia agar mereka memperoleh kebaikan individu atau kelas tertentu melainkan untuk kebaikan atau kesejahteraan umum. Pemikiran tersebut lalu berkembang menjadi ideology politik demokasi yang mengutamakan partisipasi warga dalam politik sehingga segala kebijakan-kebijakan politik yang dibuat tidak bertentangan dengan kepentingan warga negara. Dari sudut pandang struktural, sistem politik demokrasi secara ideal ialah sistem politik yang memelihara keseimbangan antara konflik dan konsensus. artinya, demokrasi memungkinkan perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentngan di antara individu, diantara berbagai kelompok, diantara individu dan kelompok, individu dan pemerintah, kelompok dan pemerintah, bahkan di antara lembaga- lembaga pemerintah.
Antara politik dan demokrasi selalu dikaitkan dengan negara. Dalam kaitannya dengan konsep negara, politik bisa berarti kekuasaan (power), kewenangan (authority), kebijakan (policy), pengambilan keputusan (decision making), dan pembagian (distribution). Di negara yang demokrasi tidak dapat dipisahkan politik karena demokrasi berarti kekuasaan di tangan rakyat. Namun sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, rakyat tidak mungkin menjalankan kekuasaan itu secara langsung, oleh karena itu rakyat membutuhkan lembaga perwakilan yang digunakan untuk mengorganisasikan dukungan rakyat kemudian dibentuklah partai politik. Partai politik memiliki fungsi utama, yaitu mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu (Subarki, 2007: 116). Cara yang dilakukan oleh partai untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan adalah dengan ikut serta dalam pemilihn umum.
Partai politik merupakan salah satu ukuran dalam satu masyarakat atau negara yang menganut paham demokratis. Adanya persaingan yang terjadi antara partai-partai politik, golongan-golongan dan kelompok lainnya dalam masyarakat yang memiliki pandangan berbeda, merupakan salah satu indikasi dari negara demokrasi. Negara yang bersistem demokrasi, dapat dipastikan memberi peluang kepada masyarakat untuk mendirikan partai politik secara bebas sesuai aturan yang berlaku. Partai-partai politik akan saling bersaing untuk mengirimkan kader terbaiknya utuk bertarung daam mengisi jabatan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Itulah sebabnya, semakin berkualitas sumber daya partai politik, maka akan semakin berkualitas pula demokrasi di negara tersebut. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa partai politik aalah pilar demokrasi.
Selain sebagai pilar demokrasi, partai politik juga merupakan alat untuk memperoleh kekuasaan dan untuk memerintah (Amal, Ed, 1998: 17). Untuk memperoleh kekuasaan yang absolut, partai melakukan kerja sama dengan partai yang lain untuk mengurangi atau meniadakan kekuatan-kekuatan lawan. Dengan memperoleh kekuasaan maka partai politik bisa membuat kebijakan sebagai usaha untuk mewujudkan tujuan dari partai tersebut. Selanjutnya, kebijakan dan kekuasaan erat kaitannya dengan pendistribusian. Apabila kekuasaan yang didapat secara kerja sama dalam pendistribusiannya tidak terbagi sama rata maka akan timbul konflik politik sehingga membuat partai yang merasa dirugikan menggunakan berbagai cara untuk menggulingkan partai yang sedang berkuasa.
Realitas politik seperti itulah yang sering digambarkan sebagai pertarungan kekuatan dan kepentingan. Dalam kenyataan, politik dibangun bukan dari ideal moral, lebih sering diwarnai kekerasan. Dalam politik, kecenderungan umum adalah tujuan menghalalkan segala cara. Disinilah letak hubungan antara filsafat politik dan demokrasi. Filsafat politik sering diartikan sebagai etika politik. Etika politik sangat dibutuhkan dalam berdemokrasi, karena tanpa adanya etika atau kode tingkah laku dikhawatirkan sikap dan perilaku politik para penyelenggara negara dan elit politik bisa berseberangan dengan visi, misi, dan tujuan negara. Demikian pula, tanpa kehadiran etika politik, kesejahteraan, keadilan, dan kebahagiaan tertinggi masyarakat tidak dapat terwujud, dikarenakan pedoman untuk mengarahkan perilaku penyelenggara negara dan elit politik tidak ada.
Hubungan filsafat politik dengan demokrasi ialah filsafat ini digunakan sebagai alat yang benar untuk menjalankan suatu sistem demokrasi agar demokrasi yang dimaksudkan dapat berjalan dengan baik. Apabila filsafat politik dikaji dengan benar maka sistem demokrasi yang berjalan juga akan bersifat efektif karena tujuan filsafat itu memang mencari sebuah kebenaran yang hakiki. Demokrasi juga sangat erat kaitannya dengan keadilan, dan filsafat politik dapat meluruskan sebuah keadilan, contohnya saja dalam bidang hukum yaitu banyak pelaku korupsi di berbagai bidang lolos begitu saja dari jeratan hukum, karena tidak ada undang-undang yang pas untuk menjeratnya.
Seperti yang telah dijabarkan diatas bahwasannya filsafat politik adalah tatanan politik yang baik dan jujur perhatian kita akan tertuju pada persoalan “apa yang disebut dengan kebaikan umum atau masyarakat  yang baik itu”. Apabila kita mengkaji demokrasi dari kacamata politik maka demokrasi harusnya mampu memberikan solusi kepada masyarakat sebagai salah satu produk dari politik dalam memberikan partisipasinya dalam mewujudkan pemerintahan yang demokratis.
Akan tetapi apabila kita melihat dilapangan masih banyak terjadi partisipasi masyarakat yang yang tidak memperhatikan akan rambu-rambu nomatif yang melekat pada moral. Misalnya saja partisipasi warga negara dalam sebuah pemilihan umum maumpun pemilihan legislatif masih banyak terjadi kasus money politic. Partisipasi warga negara yang seharusnya bejalan sesuai dengan hati nurani akan teapi dalam hal ini dpat digadaikan dengan uang hanya untuk kepentingan orang tertentu saja. Tentu hal ini sangat menyimpang dari filsafat politik dimana flsafat politik meruakan tatanan politik yang baik atau jujur.

2.4    Contoh Kasus dalam Demokrasi
Pengertian Money Politics, ada beberapa alternatif pengertian. Diantaranya, suatu upaya mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi atau dapat juga diartikan jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan dan tindakan membagi-bagikan uang baik milik pribadi atau partai untuk mempengaruhi suara pemilih (vooters). Pengertian ini secara umum ada kesamaan dengan pemberian uang atau barang kepada seseorang karena memiliki maksud politik yang tersembunyi dibalik pemberian itu. Jika maksud tersebut tidak ada, maka pemberian tidak akan dilakukan juga. Praktik semacam itu jelas bersifat ilegal dan merupakan kejahatan. Konsekwensinya para pelaku apabila ditemukan bukti-bukti terjadinya praktek politik uang akan terjerat undang-undang anti suap.
Praktek dari Money Politics dalam pemilu sangat beragam. Diantara bentuk-bentuk kegiatan yang dianggap politik uang antara lain: a) distribusi sumbangan baik berupa barang atau uang kepada para kader partai, penggembira, golongan atau kelompok tertentu, b) pemberian sumbangan dari konglomerat atau pengusaha bagi kepentingan partai politik tertentu, dengan konsesi-konsesi yang ilegal, c) penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara untuk kepentingan dan atau mengundang simpati bagi partai poltik tertentu.
Dari sisi waktunya, praktik Money Politics di negara ini dapat dikelompokkan menjadi dua tahapan yakni pra pemungutan. Pada pra pemungutan suara mulai dari seleksi administrasi, masa kampanye, masa tenang dan menjelang pemungutan. Sasarannya adalah para pemilih, terutama mereka yang masih mudah untuk dipengaruhi. Untuk tahap kedua adalah setelah pemungutan, yakni menjelang Sidang Umum DPR atau pada masa sidang tersebut. Sasarannya adalah kalangan elit politik. Di tangan mereka kedaulatan rakyat berada. Mereka memiliki wewenang untuk mengambil keputusan-keputusan strategis.
Kalau kita mau menganalisa dari kedua tahapan praktik tersebut, bahwa praktik politik uang dengan sasaran the voters, pemilih atau rakyat secara umum akan sangat sulit diukur keberhasilannya. Karena disamping medannya sangat luas juga banyaknya jumlah pemilih. Apakah rakyat yang mencicipi uang benar-benar mau mencontreng tanda gambar parpol yang telah memberikan uang atau mereka ’berkhiatan’. Karena dalam masyarakat telah berkembang pemahaman bahwa pemilu bukan saja pesta demokrasi, tapi juga pesta bagi-bagi uang.
Adapun keberhasilan praktik Money Politics pada tahapan yang kedua lebih dapat diprediksi ketimbang pada tahap yang pertama. Sebab sasaran yang kedua adalah elit politik yang akan mengambil keputusan penting bagi perjalanan pemerintahan. Namun kalau pemilihan dilakukan dengan voting tertutup, keberhasilan rekayasa tersebut semakin sulit, terutama jika pelaku Money Politics tersebut dinyatakan kalah dalam pemilihan. Dengan demikian para ’pengkhianat’ sulit dilacak.
 Jika Money Politics tetap merajalela niscaya parpol yang potensial melakukan praktik tersebut hanya partai yang memiliki dana besar. Berapapun besarnya jumlah dana yang dikeluarkan, keuntungan yang diperoleh tetap akan jauh lebih besar. Sebab pihak yang diuntungkan dalam praktik Money Politics adalah pihak pemberi, karena dia akan memperoleh dukungan dan kekuasaan politik yang harganya tidak ternilai. Adapun yang dirugikan adalah rakyat. Karena ketika parpol tersebut berkesempatan untuk memerintah, maka ia berkecenderungan akan mengambil suatu kebijakan yang lebih menguntungkan pihak penyumbangnya, kelompoknya daripada interest public.
Bagaimanapun juga Money Politics merupakan masalah yang membahayakan moralitas bangsa, walaupun secara ekonomis—dalam jangka pendek—dapat sedikit memberikan bantuan kepada rakyat kecil yang turut mencicipi. Namun apakah tujuan jangka pendek yang bersifat ekonomis harus mengorbankan tujuan jangka panjang yang berupa upaya demokratisasi dan pembentukan moralitas bangsa?
Demoralisasi yang diakibatkan oleh Money Politics akan sangat berbahaya baik dipandang dari sisi deontologis (maksud) maupun teologis (konsekwensi). Karena sifatnya yang destruktif, yakni bermaksud mempengaruhi pilihan politik seseorang dengan imbalan tertentu, atau mempengaruhi visi dan misi suatu partai sehingga pilihan politik kebijakannya tidak lagi dapat dipertanggungjawabkan untuk kepentingan rakyat.

Dampak Money Politic
Ciri khas demokrasi adalah adanya kebebasan (freedom), persamaan derajat (equality), dan kedaulatan rakyat (people’s sovereghty). Di lihat dari sudut ini, demokrasi pada dasarnya adalah sebuah paham yang menginginkan adanya kebebasan, kedaulatan bagi rakyatnya yang sesuai dengan norma hukum yang ada.
Dengan demikian adanya praktik Money Politics berarti berdampak terhadap bangunan, khususnya di Indonesia berarti prinsip-prinsip demokrasi telah tercemari dalam praktek politik uang. Suara hari nurani seseorang dalam bentuk aspirasi yang murni dapat dibeli demi kepentingan. Jadi pembelokan tuntutan bagi nurani inilah yang dapat dikatakan kejahatan.
Sisi etika politik yang lainnya adalah pemberian uang kepada rakyat dengan harapan agar terpilihnya partai politik tertentu berimbas pada pendidikan politik, yaitu mobilisasi yang pada gilirannya menyumbat partisipasi politik. Rakyat dalam proses seperti ini tetap menjadi objek eksploitasi politik pihak yang memiliki kekuasaan.
Money Politics bukan secara moral saja yang salah dalam dimensi agama juga tidak dibenarkan, sebab memiliki dampak yang sangat berbahaya untuk kepentingan bangsa ini. Jika yang dihasilkan adalah kekecewaan rakyat, maka sesungguhnya yang akan mengadili adalah rakyat itu sendiri.
Melawan Praktik Money Politics
Partai politik dan para anggota legislatif di segala level sudah mempersiapkan strategi untuk mendapatkan simpati rakyat agar menang dalam Pemilu yang nampaknya akan lebih kompetitif. Hal ini terjadi karena sebagian besar rakyat telah terbiasa dengan praktik ini dalam proses-proses politik yang terjadi yang dilakukan secara langsung, baik untuk memilih kepala desa, bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota, maupun gubernur/wakil gubernur. Padahal, salah satu pertimbangan dilakukannya pemilihan langsung adalah agar praktik Money Politics bisa diminimalisir. Bahkan dalam demokrasi langsung sebagaimana yang terjadi selama ini, praktik Money Politics menjadi semakin tak dapat dikendalikan. Berbagai peraturan perundang-undangan yang melarang praktik haram ini, seolah dibuat hanya untuk melanggar.
Praktik Money Politics dalam setiap perhelatan politik tersebutlah yang kemudian menyebabkan masyarakat tidak bisa membedakan antara penyelenggaraan mekanisme politik dengan Money Politics. Singkatnya, terbangun pandangan umum bahwa politik uang dalam setiap kompetisi politik adalah sebuah keharusan. Inilah yang kemudian menyebabkan semacam pandangan bahwa seolah terdapat empat faktor yang sangat berpengaruh dalam proses kompetisi politik, yaitu: uang, duit, money, dan fulus.
Selain itu, partai politik tidak siap menyediakan kader-kader handal, baik sebagai calon maupun sebagai relawan yang mau bekerja secara militan untuk mensosialisasikan calon-calon yang diajukan oleh partai. Dengan demikian, calon-calon yang maju kemudian melakukan cara-cara instan dan praktis untuk menggerakkan rakyat yang memiliki hak pemilih untuk memberikan hak pilihnya.
Hal inilah yang kemudian menyebabkan kualitas pejabat publik menjadi terabaikan. Sebab, seseorang dipilih menjadi pejabat politik bukan karena kualitas atau kapasitasnya dan kompetensinya untuk menempati posisi politik tersebut, tetapi semata-mata karena memberikan uang kepada para pemilih menjelang saat pemilihan. Inilah menyebabkan jabatan-jabatan publik akhirnya ditempati oleh kaum medioker alias mereka yang sesungguhnya tidak memiliki prestasi memadai untuk menjalankan struktur negara. Akibatnya tentu saja struktur negara tidak akan bekerja dengan baik untuk mewujudkan cita-cita negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (common goods).
Money PoliticsPerlu Perlawanan
Jika Money Politics terus terjadi, dapat dipastikan bahwa dunia politik akan menjadi semakin rusak. Demokrasi prosedural hanya akan menjadi lahan bagi kaum medioker, yaitu mereka yang tidak memiliki prestasi memadai, untuk meraih kekuasaan. Bahkan sangat mungkin demokrasi prosedural akan dimanfaatkan oleh mereka yang memiliki hasrat tak terbendung dan kerakusan untuk menguasai harta kekayaan negara. Karena itu, segala macam cara kemudian mereka lakukan untuk memperoleh kekuasaan. Dan kekuasaan itu nantinya akan digunakan untuk mengembalikan uang yang telah digunakan untuk memperoleh kekuasaan itu. Bahkan ia akan digunakan untuk mendapatkan kekayaan dengan jumlah yang berlipat-lipat. Karena itulah, Money Politics harus dianggap sebagi kejahatan besar dalam politik yang harus dilawan dan dienyahkan secara bersama-sama.
Untuk melawan praktik Money Politics, diperlukan para politikus sejati yang benar-benar memahami bahwa pengertian politik adalah seni menata negara dan tujuannya adalah menciptakan kebaikan bersama agar rakyat lebih sejahtera. Politik memerlukan orang-orang baik, memiliki keunggulan komparatif dalam artian memiliki kompetensi, dan sekaligus juga memiliki keunggulan kompetitif. Sebab, kebaikan dalam politik perlu diperjuangkan sampai ia tertransformasi ke dalam kebijakan-kebijakan politik negara.
Melawan money politic tidak hanya dilakukan oleh para politikus saja akan tetapi juga masyarakat, hendaknya juga memiliki kesadaran dalam memberikan aspirasinya dalam sebuah pemilu atau pilkada sesuai dengan hati nuraninya tanpa adanya pengaruh dari pihak manapun.



BAB III
PENUTUP

3.1    Simpulan
Filsafat politik adalah ilmu pengetahuan yang meyelidiki hakikat kekuasaan/alokasi (yang bisa alokasi sumber daya manusia, sumber daya alam dan nilai), tujuan, kebijakan, keputusan serta program untuk memperoleh kebenaran.
Demokrasi adalah pemerintahan “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” dari rakyat yang artinya pemerintahan itu sumbernya, asal muasalnya dari rakyat lewat persetujuan bersama lewat kontrak sosial. Oleh rakyat, artinya lewat persetujuan bersama lewat kontrak sosial itu jika individu terlibat di dalamnnya untuk megadakan kontrak sosial tersebut jumlahnya sedikit. Namun jika jumlah individu yang terlibat di dalamnya  jumlahnya banyak, maka cara yang digunakan untuk memilih pemimpin dilakukan lewat pemilu. Untuk rakyat artinya ketika pemimpin yang dipilih ditetapkan dengan aturan-aturan hukum yang sah, ia berkewajiban untuk mengatur kehidupan rakyat secara baik dan benar.
Kaitan filsafat politik dengan demokrasi ialah filsafat ini digunakan sebagai alat yang benar untuk menjalankan suatu sistem demokrasi agar demokrasi yang dimaksudkan dapat berjalan dengan baik. Apabila filsafat politik dikaji dengan benar maka sistem demokrasi yang berjalan juga akan bersifat efektif karena tujuan filsafat itu memang mencari sebuah kebenaran yang hakiki. Demokrasi juga sangat erat kaitannya dengan keadilan, dan filsafat politik dapat meluruskan sebuah keadilan, contohnya saja dalam bidang hukum yaitu banyak pelaku korupsi di berbagai bidang lolos begitu saja dari jeratan hukum, karena tidak ada undang-undang yang pas untuk menjeratnya.

3.2    SARAN
Demokrasi yang diterapkan di Indonesia hendaknya berkaca pada filsafat politik dimana filsafat politik berusaha untuk mencapai kebenaran. Dengan adanya filsafat politikseperti bisa dijadikan pegangan agar demokrasi yang berjalan sebagaiman seharusnya dan sebaimana mestinnya.                 


DAFTAR PUSTAKA


Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Handoyo, Eko, dkk. 2010. Etika Politik dan Pembangunan. Semarang: Widya Karya
Handoyo, Eko. 2010. Buku Ajar Pendidikan Politik. Semarang
Kartono, Kartini. 2009. Pendidikan Politik Sebagai Bagian Dari Pendidikan Orang Dewasa. Bandung: Mandar Maju
Schmandt,  Henry  J.  2009.  Filsafat  Politik.  Yogyakarta.  Pustaka  Pelajar. Cetakan Ketiga.
Suyahmo. 2014. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Magnum Pustaka Utama.
Suyahmo. 2015. Filsafat Politik. Semarang.


No comments:

Post a Comment