FILSAFAT POLITIK DAN DEMOKRASI
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Politik
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Suyahmo, M.Si
Noorrochmat Isdaryanto, S.S, M.Si
Disusun Oleh:
1. Wifki Ananta (3301412120)
2. Ahmad Arif
Rohman (3301412132)
3. Fitria Atika
Sari (3301412139)
4. Lestari Nurma L (3301412164)
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
TAHUN
2015
PRAKATA
Puji
syukur kami panjatakan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
ridha-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyusun makalah Filsafat Politik.
Dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai “Filsafat Politik dan Demokrasi”. Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Politik.
Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Suyahmo, M.Si dan Noorochmat Isdaryanto,
S.S, M.Si selaku dosen mata kuliah filsafat politik. Serta semua pihak yang telah membantu kami
dalam penyusunan makalah ini yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari pembaca selalu kami harapkan. Semoga makalah ini
memberikan manfaat kepada kami dan pembaca.
Semarang, 23 Maret 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .......................................................................................
PRAKATA ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 3
2.1 Pengertian Filsafat
Politik...................................................................... 3
2.2 Pengertian
Demokrasi............................................................................. 4
2.3 Kaitan Antara Filsafat Politik dan
Demokrasi ........................................ 8
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 9
3.1 kesimpulan............................................................................................ ....
9
3.2 saran.......................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sejarah
filsafat politik adalah studi tentang
ideide dan institusiinstitusi yang berkembang
sepanjang waktu. Ia berusaha menjelaskanpemahaman
mengenai cara bagaimana manusia di
sepanjang jamanmembentuk dan mengimplementasikan
aspirasi politik dan social mereka.Namun,
filsafat politik juga merupakan suatu yang
lebh dari sekedaranalisis mengenai teoriteori politik masa lalu.
Ia merupakan prinsip-prinsipuniversal yang mendasari
fenomena politik dalam semua situasi historisn
(Henry J. Schmandt, 2009: 2425).
Prinsipprinsip
filsafat politik menjadi dasar munculnya ideologypolitik.
Ideology berbeda dengan filsafat yang
sifatnya merenung, ideologi mempunyai tujuan untuk
menggerakkan kegiatan dan aksi. Ideology yang berkembang
dipengaruhi oleh kejadiankejadian dan
pengalamanpengalaman dalam masyarakat dimana ia
berada, dan sering harusmengadakan kompromi
serta perubahanperubahan yang cukup
luas(Miriam Budiardjo, 2008: 46). Contoh ideology politik misalnya demokrasi.
Berfilsafat
berarti berfikir secara mendasar, mendalam, untuk mendapatkan hakikat, subtansi
dari sesuatu yang dipikirkan. Salah satunya adalah befilsafat tentang politik.
Politik merupakan ilmu tentang hal ihwal kewargaan.
Sehingga filsafat politik adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji hakikat kekuasaan/alokasi/kebijakan/keputusan/program
untuk memperoleh kebenaran. Filsafat politik merupakan salah satu cabang
filsafat yang tertua. Filsafat politik adalah refleksi filsafat mengenai
masalah-masalah sosial politik yang dapat dibedakan menjadi dua bagian
pembahasan yang berkaitan erat. Yang pertama mempersoalkan hakikat sedangkan
yang kedua fungsi dan tujuan.
Demokrasi
sebagai salah satu produk politik dan juga merupakan tatanan politik memiliki
sejarah yang amat panjang. Keberadaan ide demokrasi telah berlangsung sejak 508
tahun sebelum masehi dan hingga kini masih diyakini terus akan berevolusi
sesuai dengan perkembangan zaman. Demokrasi sering diartikan sebagai
pemerintahan rakyat atau suatu pemerintahan di mana rakyat memegang kedaulatan
tertinggi atau rakyat diikutsertakan dalam pemerintahan negara sehingga semua
bertanggung jawab terhadap pembangunan bangsa. Franz Magnis-Suseno menyebutkan
bahwa ada lima ciri hakiki negara demokratis yaitu (1) negara hukum; (2)
pemerintah yang di bawah kontrol nyata masyarakat (3) pemilihan umum yang bebas
(4) prinsip mayoritas (5) adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas penulis menetapkan rumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana definisi
filsafat politik?
2.
Bagaimana definisi
demokarsi?
3.
Bagaimana kaitan
antara filsafat politik dan demokrasi?
4.
Bagaimana contoh kasus
dalam demokrasi?
1.3
Tujuan
Tujuan dari penulisan
makalah ini untuk memnuhi tugas mata kuliah Filsafat Politik. Selain itu juga
memiliki tujuan lain sebagai berikut.
1.
Mengetahui definisi
filsafat politik.
2.
Mengetahui definisi
demokarsi.
3.
Mengetahui kaitan
antara fisafat politik dan demokrasi.
4.
Mengetahui contoh
kasus dalam demokrasi.
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Filsafat Politik
Sebelum
membahas secara lebih dalam mengenai filsafat politik kita ada baikya memahami
makna atau arti dari kata “filsafat” dan “politik”. Filsafat artinya sama
dengan falsafah=philosophia yang
artinya cinta kebijaksanaan (Philo=cinta,
sophia=kebijaksanaan). Filsafat
menemukan sebuah kebenaran karena filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang
menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Filsafat
bertujuan mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik
dan menilai pengetahuan ini, menemukan hakikatnya dan menerbitkan serta
mengatur semuannya itu, di dalam bentuk yang sistematis. Filsafat membawa kita
kepada pemahaman dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yag lebih layak.
Politik menurut Prof. Meriam
Budiarjo adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara)
yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan
melaksanakan tujuan tertentu. Lain halnya dengan Prof. Meriam Budiarjo, Ramlah
Surbakti memberikan definisinya tentang politik adalah interaksi antara pemerintah
dan masyarakat dalam rangka pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat
tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam satu wilayah tertentu.
Sedangkan menurut Noorochmat Isdaryanto menyebutkan bahwa politik adalah ilmu
yang mengkaji tentang hal ihwal “kewargaan”. Hal ikhwal kewargaan ini melipuuti
perilaku warga negara, kekuasaan, alokasi yang bisa alokasi sumber daya
manusia, sumber daya alam dan nilai, tujuan , kebijakan, keputusan serta
program.
Dari
penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat politik adalah ilmu
peggetahuan yang meyelidiki hakikat kekuasaan/ alokasi (yang bisa alokasi
sumber daya manusia, sumber daya alam dan nilai), tujuan, kebijakan, keputusan
serta program untuk memperoleh kebenaran. Lain halnya dengan Leo Strauss
menyatakan bahwa filsafat politik merupakan tatanan politik yang baik dan
jujur. Jika kita berada di wilayah filsafat politik, perhatian kita tertuju
pada persoalan: “apa yang disebut dengan kebaikan umum atau masyarakat yang
baik itu?” hal ini berkaitan dengan sasaran dan tujuan yang harus diikuti oleh
masyarakat politis. Masyarakat politis perlu untuk menjawab persoalan yang
berkaitan dengan tujuan negara, justifiki moral atas kekuasaan politik dan
garis pembatas antara otoritas pemerintah dan kebebasan manusia.
Masyarakat
politik wajib melacak cara-cara bagaimana kekuaan politik harus digunakan dan
batas-batas moral harus diberikan padanya. Dalam hal ini yang harus ditekankan
adalah ketika kekuatan politik digunakan sebagai upaya untuk mencapai tujuan seperti
yang diinginkan, tetapi kekuatan politik itu harus tetap memperhatikan
rambu-rambu normatif yang melekat pada moral. Tidak dibenarkan jika
orientasinya kearah kebaikan tetapi diperoleh dengan cara-cara yang melanggar
norma moral (Suyahmo, 2015: 44-45).
2.2
Pengertian
Demokrasi
Kata
“demokrasi” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “demos” yang berarti “rakyat” dan
“kratos” yang berarti “pemerintahan”. Demokrasi berarti pemerintahan rakyat,
atau suatu pemerintahan dimana rakyat memegang kedaulatan tertinggi atau rakyat
diikutsertakan dalam pemerintahan negara. Dengan diikutsertakan rakyat dalam
pemerintahan, berarti semua ikut bertanggung jawab dalam pembangunan negara.
Menurut
Abraham Lincoln hakikat demokrasi adalah pemerintahan “dari rakyat, oleh rakyat
dan untuk rakyat” dari rakyat yang
artinyapemerintahan itu sumbernya, asal muasalnya dari rakyat lewat persetujuan
bersama lewat kontrak sosial. Oleh rakyat,
artinya lewat persetujuan bersama lewat kontrak sosial itu jika individu terlibat
di dalamnnya untuk megadakan kontrak sosial tersebut jumlahnya sedikit, bisa
dilakukan dengan kesepakatan bersama untuk memilih atau menunjuk pemimpin yang
diberi tugas untuk mengatur rakyat itu. Namun bilamana jumlah individu yang terlibat
di dalamnya jumlahnya banyak, maka cara
yang digunakan untuk memilih atau menunjuk pemimpin bisa dilakukan lewat
pemilu. Untuk rakyat artinya ketika
pemimpin yang dipilih ditetapkan dengan aturan-aturan hukum yang sah, ia
berkewajiban untuk mengatur kehidupan rakyat secara baik dan benar. Baik dan
benar merupakan suatu nilai yang harus diijadikan tolok ukur seorang pemimpin,
sehingga sikap dan perilakunya akan bepihak pada rasa keadilan, tidak
mementingkan dirinya dan kelompoknya tetapi berorientasi pada kepentingan
berrsama.
Dalam
Suyahmo (2014:3) menyebutkan bahwa standar atau tolak ukur demokrasi secara
transparan ditandai oleh: 1) hak pilih universal, yaitu hak setiap warga negara
untuk memilih. Demokrasi megandung hak pilih universal, hak semua warga negara,
laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, untuk memilih dalam pemilihan, tidak
pandang bangsa atau agama. Pembatasan hanya berlaku pada orang yang belum
dewasa (mereka yang berusia kurang dari 21 tahun, 18 tahun atau 17 tahun) dan
para penghuni rumah sakit jiwa dan sejenisnya; 2) Pemerintahan perwakilan
menjadi pilihan dan ciri khas bagi negara-negara modern. Hak pilih universal
dinyatakan dengan memilih wakil-wakil rakyat yang kemudian dibebani tanggung
jawab untuk membuat, mengelola dan mengawasi pelaksanaan kebijakan umum; 3) Selain
itu demokrasi dalam aktualisasinya menuntut adaya suatu kompetisi lewat
pemungutan suara dalam pemilihan untuk memilih waki-wakil rakyat. Para wakil
yang akan dipilih oleh rakyat itu distrukturkan oleh sebuah sistem partai
politik yang jumlahnya lebih dari satu partai. Bilamana hanya ada satu partai
politik yang eksis dalam suatu negara tersebut, seperti yang berlaku di
negara-negara yang berideologikan komunis maka demokrasi yang menjadi dambaan
rakyat tidak akan terwujud.
Suatu
negara dapat dikatakan sebagai negara demokrasi bilamana memiliki asas seperti
berikut ini 1) pengakuan HAM sebagai penghargaan martabat manusia. Pengakuan
HAM diwujudkan dalam tindakan-tindakannegara/pemerintah untuk melindungi
hak-hak asasi manusia tanpa melupakan kepentinga umum. Pengakua HAM tersebut
ditulis dalam UUD 1945 negara dan berbagai bentuk perundang-undangan sebagai
penjabaran dan pelaksanaan dari UUD; 2)
Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan. Dalam negara demokrasi
pemerintahan yang berkuasa merupakan pemerintahan yang dibentuk oleh rakyat,
pemerintahan yang mengatur negara wajib mendapat dukungan dan partisipasi dari
rakyat. Apabila pemeritahan yang ada tidak mendapatkan dukungan/tidak adanya
partisipasi dari rakyat maka pemerintahan tersebut akan runtuh. Lalu bagaiman
dengan demokrasi yag diterapkan di Indonesia?
Indonesia
adalah negara yang menganut sistem demokrasi Pancasila. Apa Demokrasi pancasila adalah
demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur.
Ketika sidang BPUPKI menyetujui konsep pemikiran Ir.Soekarno tentang Pancasila
sebagai dasar falsafah negara Republik Indonesia pada 1 Juni 1945, sejak saat
itu sistem pemerintahan yang akan diterapkan untuk mengatur kehidupan berbangsa
dan bernegara merujuk pada Demokrasi Pancasila.
Terdapat beberapa pengertian
terkait dengan Demokrasi Pancasila. Berikut akan dipaparkan beberapa
pengertian tentang Demokrasi Pancasila menurut beberapa ahli:
a. Menurut Prof. Dardji
Darmodiharjo, Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada
kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti
dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945.
b. Prof. Drs. Notonegoro
menyebutkan bahwa Demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan ataupun perwakilan yang berketuhanan
Yang Maha Esa, yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab, yang
mempersatukan Indonesia dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pembahasan terhadap
demokrasi Pancasila tak lepas kaitannya dengan ideologi Pancasila. Ideologi
Pancasila bukanlah ideologi dari seseorang atau sekelompok kecil bangsa
Indonesia yang diperuntukan bagi seluruh bangsa Indonesia, tetapi
merupakan suatu ideologi dari dan diperuntukan bagi seluruh bangsa Indonesia.
Dengan demikian, demokrasi pancasila menunjuk pada bentuk sistem yang dicirikan
oleh Pancasila dan diperuntukan bagi
seluruh Indonesia.
Sistem pemerintahan yang
dicirikan demokrasi Pancasila, ditunjukan oleh sila keempat “kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”.
Sebagaimana sistem filsafat Pancasila, maka demokrasi yang ditunjukan sila
keempat itu dijiwai dan diliputi oleh sila-sila diatasnya dan menjiwai sila
yang dibawahnya. Dengan demikian sila keempat dijiwai dan diliputi Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Persatuan
Indonesia, dan Sila Keempat Menjiwai Dan Meliputu Sila Keadilaan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia.
Tujuan yang ingin diwujudkan
oleh kerakyatan atau demokrasi tidak lain adalah untuk mewujudkan suatu
kebahagiaan. Dalam konteks demokrasi Pancasila, tujuan yang hendak dicapai
adalah umtuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, seperti
yang telah diungkapkan di dalam pembukaan UUD 1945, yaitu kebahagiaan hidup
yang bersifat umum, berupa kebahagiaan hidup bersama atau kesejahteraan bersama
yang memperhatikan kesejahteraan individu.
Hikmat Kebijaksanaan. “hikmat” adalah suatu kebenaran yang
mengandung maanfaat bagi kepentingan umum atau kepentingan orang banyak. Hikmat
ini yang menjadi sumbernya adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian sila
pertama menjiwai sila keeempat harus memperhatikan petunjuk-petunjuk Tuhan. “kebijaksanaan”
merupakaan perbuataan manusia yang didasarkan dorongan kehendak yang baik,
dan putusan akal untuk mencapai kebenaran yang sesuai dengan rasa kemanusiaan.
Jadi “hikmat kebijaksanaan” merupakan konsep yang dapat dijadikan dasar
pertimbangan yang sangat baik, karena menghubungkan dua hal yang fundamental
yaitu: Firman Tuhan dan pemikiran manusia. Dua hal ini harus diperhatikan
sebagai dasar untuk memimpin kerakyatan dan demokrasi, terutama bagi
negara-negara yang didalamnya ajaran-ajaran agama tumbuh dengan subur. Bilamana
hanya menitikberatkan pada firman Tuhan saja tanpa akal pikiran maka akan
kehilangan maknanya, sebaliknya jika akal pikiran menjadi perhatian utamanya
tanpa dilandasi Firman Tuhan juga akan kehilangan maknanya bahkan dapat tersesat.
Oleh karena itu kedua-duanya harus diperhatikan dalam mencapai kebahagiaan
hidup manusia. Jadi dapat disempulkan bahwa, kerakyatan atau demokrasi dalam
konteks sila keempat harus dijiwai Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang
adil dan beradab, serta dilandasi oleh semangat persatuan.
Permusyawaratan/Perwakilan,”Perwakilan” maknanya ialah merupakan
sistem, suatu cara yang ditempuh untuk mememecahkan sesuatu persoalan yang
dihadapi bersama, dengan mengadakan suatu rapat sebagai forum pertukaran pendapat
untuk mencapai kesepakatan bersama. “perwakilan” berarti suatu tata cara yang
diambil agar semua rakyat dapat ambil bagian dalam pemerintahan yaitu melalui
perwakilan.
Dalam sila keeempat antara “permusyawaratan” dan “perwakilan” ditandai dengan garis
miring, artinya adalah dasar atau maknanya ialah tidak hanya hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan saja, tetapi hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan dari perwakilan rakyat. Jadi dalam
memutuskan masalah ada yang dilakukan dengan permusyawaratan langsung tanpa
perwakilan, seperti yang dilakukan dengan rembuk desa, atau pertemuan-pertemuan
ditingkat RT/RW, tetapi juga ada yanga melalui wakil-wakil rakyat dalam
permusyawaratan untuk memutuskan suatu masalah dan sifatnya tidak langsung.
Jadi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan maknanya adalah “suatu sistem pemerintahan rakyat dengan cara
melalui badan-badan tertentu, yang dalam menetapkan suatu peraturan yang
ditempuh dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat atas dasar kebenaran
dari Tuhan dan putusan akal sesuai dengan rasa kemanusiaan yang memperhatikan
dan mempertimbangkan kehendak rakyat untuk mencapai kebaikan hidup
bersama”.Sistem pemerintahan seperti yang terjabar dalam sila keempat ini
dinamakan “demokrasi pancasila” yaitu demokrasi Pancasila yang dipimpin oleh
hikmat kebijkasanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sedangkan yang menjadi
pangkal tolak demokrasi ini adalah paham kekekluargaan, paham kebersamaan.
Dalam demokrasi Pancasila,
warga negara Indoensia mempunyai kedudukan, hak, kewajiban yang sama. Oleh
karena itu dalam menggunakan haknya setiap individu harus memperhatikan dan
mengutamakan kepentingan masyarakat dan kepentingan negara, tidak boleh
memaksakan kehendak pada pihak lain. dengan itikad baik dan dengan penuh rasa
tanggungjawab harus menghormati dan mentaati setiap hasil keputusan yang telah
disepakati bersama dalam lembaga perwakilan rakyat. Dengan demikian keputusan
yang diambil harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai kebebasan dan keadilan dengan tujuan untuk membangun dan
mengembangkan hidup yang mengutamakn persatuan dan kesatuan demi kepentingan
bersama (Suyahmo, 2014 36-39).
2.3
HubunganAntara
Filsafat Politik DanDemokrasi
Prinsip-prinsip
filsafat politik menjadi dasar munculnya ideology politik. Ideology berbeda
dengan filsafat yang sifatnya merenung, ideology mempunyai tujuan untuk
menggerakkan kegiatan dan aksi. Ideology yang berkembang dipengaruhi oleh
kejadian-kejadian dan pengalaman-pengalaman dalam masyarakat dimana ia berada,
dan sering harus mengadakan kompromi serta perubahan-perubahan yang cukup luas
(Miriam Budiardjo, 2008: 46). Contoh ideology politik misalnya demokrasi.
Filsafat
politik demokrasi pada mulanya dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles yang
mengatakan bahwa tugas negara adalah untuk mengarahkan kehidupan manusia agar
mereka memperoleh kebaikan individu atau kelas tertentu melainkan untuk
kebaikan atau kesejahteraan umum. Pemikiran tersebut lalu berkembang menjadi
ideology politik demokasi yang mengutamakan partisipasi warga dalam politik
sehingga segala kebijakan-kebijakan politik yang dibuat tidak bertentangan
dengan kepentingan warga negara. Dari sudut pandang struktural, sistem
politik demokrasi secara ideal ialah sistem politik yang memelihara
keseimbangan antara konflik dan konsensus. artinya, demokrasi memungkinkan
perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentngan di antara individu, diantara
berbagai kelompok, diantara individu dan kelompok, individu dan pemerintah,
kelompok dan pemerintah, bahkan di antara lembaga- lembaga pemerintah.
Antara
politik dan demokrasi selalu dikaitkan dengan negara. Dalam kaitannya dengan
konsep negara, politik bisa berarti kekuasaan (power), kewenangan (authority),
kebijakan (policy), pengambilan keputusan (decision making), dan pembagian
(distribution). Di negara yang demokrasi tidak dapat dipisahkan politik karena
demokrasi berarti kekuasaan di tangan rakyat. Namun sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi, rakyat tidak mungkin menjalankan kekuasaan itu secara langsung, oleh
karena itu rakyat membutuhkan lembaga perwakilan yang digunakan untuk
mengorganisasikan dukungan rakyat kemudian dibentuklah partai politik. Partai
politik memiliki fungsi utama, yaitu mencari dan mempertahankan kekuasaan guna
mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu (Subarki,
2007: 116). Cara yang dilakukan oleh partai untuk mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan adalah dengan ikut serta dalam pemilihn umum.
Partai
politik merupakan salah satu ukuran dalam satu masyarakat atau negara yang
menganut paham demokratis. Adanya persaingan yang terjadi antara partai-partai
politik, golongan-golongan dan kelompok lainnya dalam masyarakat yang memiliki
pandangan berbeda, merupakan salah satu indikasi dari negara demokrasi. Negara
yang bersistem demokrasi, dapat dipastikan memberi peluang kepada masyarakat
untuk mendirikan partai politik secara bebas sesuai aturan yang berlaku.
Partai-partai politik akan saling bersaing untuk mengirimkan kader terbaiknya
utuk bertarung daam mengisi jabatan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Itulah sebabnya, semakin berkualitas sumber daya partai politik, maka akan
semakin berkualitas pula demokrasi di negara tersebut. Dengan kata lain, dapat
dikatakan bahwa partai politik aalah pilar demokrasi.
Selain
sebagai pilar demokrasi, partai politik juga merupakan alat untuk memperoleh
kekuasaan dan untuk memerintah (Amal, Ed, 1998: 17). Untuk memperoleh kekuasaan
yang absolut, partai melakukan kerja sama dengan partai yang lain untuk
mengurangi atau meniadakan kekuatan-kekuatan lawan. Dengan memperoleh kekuasaan
maka partai politik bisa membuat kebijakan sebagai usaha untuk mewujudkan
tujuan dari partai tersebut. Selanjutnya, kebijakan dan kekuasaan erat kaitannya
dengan pendistribusian. Apabila kekuasaan yang didapat secara kerja sama dalam
pendistribusiannya tidak terbagi sama rata maka akan timbul konflik politik
sehingga membuat partai yang merasa dirugikan menggunakan berbagai cara untuk
menggulingkan partai yang sedang berkuasa.
Realitas
politik seperti itulah yang sering digambarkan sebagai pertarungan kekuatan dan
kepentingan. Dalam kenyataan, politik dibangun bukan dari ideal moral, lebih
sering diwarnai kekerasan. Dalam politik, kecenderungan umum adalah tujuan
menghalalkan segala cara. Disinilah letak hubungan antara filsafat politik dan
demokrasi. Filsafat politik sering diartikan sebagai
etika politik. Etika politik sangat dibutuhkan
dalam berdemokrasi, karena tanpa adanya etika atau kode tingkah laku
dikhawatirkan sikap dan perilaku politik para penyelenggara negara dan elit
politik bisa berseberangan dengan visi, misi, dan tujuan negara. Demikian pula,
tanpa kehadiran etika politik, kesejahteraan, keadilan, dan kebahagiaan
tertinggi masyarakat tidak dapat terwujud, dikarenakan pedoman untuk
mengarahkan perilaku penyelenggara negara dan elit politik tidak ada.
Hubungan filsafat politik
dengan demokrasi ialah filsafat ini digunakan sebagai alat yang benar untuk
menjalankan suatu sistem demokrasi agar demokrasi yang dimaksudkan dapat
berjalan dengan baik. Apabila filsafat politik dikaji dengan benar maka sistem
demokrasi yang berjalan juga akan bersifat efektif karena tujuan filsafat itu
memang mencari sebuah kebenaran yang hakiki. Demokrasi juga sangat erat
kaitannya dengan keadilan, dan filsafat politik dapat meluruskan sebuah
keadilan, contohnya saja dalam bidang hukum yaitu banyak pelaku korupsi di
berbagai bidang lolos begitu saja dari jeratan hukum, karena tidak ada
undang-undang yang pas untuk menjeratnya.
Seperti yang telah
dijabarkan diatas bahwasannya filsafat politik adalah tatanan politik yang baik
dan jujur perhatian kita akan tertuju pada persoalan “apa yang disebut dengan
kebaikan umum atau masyarakat yang baik
itu”. Apabila kita mengkaji demokrasi dari kacamata politik maka demokrasi
harusnya mampu memberikan solusi kepada masyarakat sebagai salah satu produk
dari politik dalam memberikan partisipasinya dalam mewujudkan pemerintahan yang
demokratis.
Akan tetapi apabila kita
melihat dilapangan masih banyak terjadi partisipasi masyarakat yang yang tidak
memperhatikan akan rambu-rambu nomatif yang melekat pada moral. Misalnya saja
partisipasi warga negara dalam sebuah pemilihan umum maumpun pemilihan
legislatif masih banyak terjadi kasus money politic. Partisipasi warga negara
yang seharusnya bejalan sesuai dengan hati nurani akan teapi dalam hal ini dpat
digadaikan dengan uang hanya untuk kepentingan orang tertentu saja. Tentu hal
ini sangat menyimpang dari filsafat politik dimana flsafat politik meruakan
tatanan politik yang baik atau jujur.
2.4
Contoh
Kasus dalam Demokrasi
Pengertian Money
Politics, ada beberapa alternatif pengertian. Diantaranya, suatu upaya
mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi atau dapat juga
diartikan jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan dan tindakan
membagi-bagikan uang baik milik pribadi atau partai untuk mempengaruhi suara
pemilih (vooters). Pengertian ini secara umum ada kesamaan dengan pemberian
uang atau barang kepada seseorang karena memiliki maksud politik yang
tersembunyi dibalik pemberian itu. Jika maksud tersebut tidak ada, maka
pemberian tidak akan dilakukan juga. Praktik semacam itu jelas bersifat ilegal
dan merupakan kejahatan. Konsekwensinya para pelaku apabila ditemukan bukti-bukti
terjadinya praktek politik uang akan terjerat undang-undang anti suap.
Praktek dari
Money Politics dalam pemilu sangat beragam. Diantara bentuk-bentuk
kegiatan yang dianggap politik uang antara lain: a) distribusi sumbangan baik
berupa barang atau uang kepada para kader partai, penggembira, golongan atau
kelompok tertentu, b) pemberian sumbangan dari konglomerat atau pengusaha bagi
kepentingan partai politik tertentu, dengan konsesi-konsesi yang ilegal,
c) penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara untuk kepentingan dan atau
mengundang simpati bagi partai poltik tertentu.
Dari sisi
waktunya, praktik Money Politics di negara ini dapat dikelompokkan
menjadi dua tahapan yakni pra pemungutan. Pada pra pemungutan suara mulai dari
seleksi administrasi, masa kampanye, masa tenang dan menjelang pemungutan.
Sasarannya adalah para pemilih, terutama mereka yang masih mudah untuk
dipengaruhi. Untuk tahap kedua adalah setelah pemungutan, yakni menjelang
Sidang Umum DPR atau pada masa sidang tersebut. Sasarannya adalah kalangan elit
politik. Di tangan mereka kedaulatan rakyat berada. Mereka memiliki wewenang
untuk mengambil keputusan-keputusan strategis.
Kalau kita mau
menganalisa dari kedua tahapan praktik tersebut, bahwa praktik politik uang
dengan sasaran the voters, pemilih atau rakyat secara umum akan sangat
sulit diukur keberhasilannya. Karena disamping medannya sangat luas juga
banyaknya jumlah pemilih. Apakah rakyat yang mencicipi uang benar-benar mau
mencontreng tanda gambar parpol yang telah memberikan uang atau mereka
’berkhiatan’. Karena dalam masyarakat telah berkembang pemahaman bahwa pemilu
bukan saja pesta demokrasi, tapi juga pesta bagi-bagi uang.
Adapun
keberhasilan praktik Money Politics pada tahapan yang kedua lebih
dapat diprediksi ketimbang pada tahap yang pertama. Sebab sasaran yang kedua
adalah elit politik yang akan mengambil keputusan penting bagi perjalanan
pemerintahan. Namun kalau pemilihan dilakukan dengan voting tertutup, keberhasilan
rekayasa tersebut semakin sulit, terutama jika pelaku Money Politics
tersebut dinyatakan kalah dalam pemilihan. Dengan demikian para ’pengkhianat’
sulit dilacak.
Jika Money Politics tetap merajalela
niscaya parpol yang potensial melakukan praktik tersebut hanya partai yang
memiliki dana besar. Berapapun besarnya jumlah dana yang dikeluarkan,
keuntungan yang diperoleh tetap akan jauh lebih besar. Sebab pihak yang
diuntungkan dalam praktik Money Politics adalah pihak pemberi, karena
dia akan memperoleh dukungan dan kekuasaan politik yang harganya tidak
ternilai. Adapun yang dirugikan adalah rakyat. Karena ketika parpol tersebut
berkesempatan untuk memerintah, maka ia berkecenderungan akan mengambil suatu
kebijakan yang lebih menguntungkan pihak penyumbangnya, kelompoknya daripada interest
public.
Bagaimanapun
juga Money Politics merupakan masalah yang membahayakan moralitas
bangsa, walaupun secara ekonomis—dalam jangka pendek—dapat sedikit memberikan
bantuan kepada rakyat kecil yang turut mencicipi. Namun apakah tujuan jangka
pendek yang bersifat ekonomis harus mengorbankan tujuan jangka panjang yang
berupa upaya demokratisasi dan pembentukan moralitas bangsa?
Demoralisasi
yang diakibatkan oleh Money Politics akan sangat berbahaya baik
dipandang dari sisi deontologis (maksud) maupun teologis (konsekwensi). Karena
sifatnya yang destruktif, yakni bermaksud mempengaruhi pilihan politik
seseorang dengan imbalan tertentu, atau mempengaruhi visi dan misi suatu partai
sehingga pilihan politik kebijakannya tidak lagi dapat dipertanggungjawabkan
untuk kepentingan rakyat.
Dampak Money Politic
Ciri khas
demokrasi adalah adanya kebebasan (freedom), persamaan derajat (equality),
dan kedaulatan rakyat (people’s sovereghty). Di lihat dari sudut ini,
demokrasi pada dasarnya adalah sebuah paham yang menginginkan adanya kebebasan,
kedaulatan bagi rakyatnya yang sesuai dengan norma hukum yang ada.
Dengan demikian
adanya praktik Money Politics berarti berdampak terhadap bangunan,
khususnya di Indonesia berarti prinsip-prinsip demokrasi telah tercemari dalam
praktek politik uang. Suara hari nurani seseorang dalam bentuk aspirasi yang
murni dapat dibeli demi kepentingan. Jadi pembelokan tuntutan bagi nurani
inilah yang dapat dikatakan kejahatan.
Sisi etika
politik yang lainnya adalah pemberian uang kepada rakyat dengan harapan agar
terpilihnya partai politik tertentu berimbas pada pendidikan politik, yaitu
mobilisasi yang pada gilirannya menyumbat partisipasi politik. Rakyat dalam
proses seperti ini tetap menjadi objek eksploitasi politik pihak yang memiliki
kekuasaan.
Money Politics
bukan secara moral saja yang salah dalam dimensi agama juga tidak dibenarkan,
sebab memiliki dampak yang sangat berbahaya untuk kepentingan bangsa ini. Jika
yang dihasilkan adalah kekecewaan rakyat, maka sesungguhnya yang akan mengadili
adalah rakyat itu sendiri.
Melawan Praktik Money Politics
Partai politik
dan para anggota legislatif di segala level sudah mempersiapkan strategi untuk
mendapatkan simpati rakyat agar menang dalam Pemilu yang nampaknya akan lebih
kompetitif. Hal ini terjadi karena sebagian besar rakyat telah terbiasa dengan
praktik ini dalam proses-proses politik yang terjadi yang dilakukan secara
langsung, baik untuk memilih kepala desa, bupati/wakil bupati, walikota/wakil
walikota, maupun gubernur/wakil gubernur. Padahal, salah satu pertimbangan
dilakukannya pemilihan langsung adalah agar praktik Money Politics bisa
diminimalisir. Bahkan dalam demokrasi langsung sebagaimana yang terjadi selama
ini, praktik Money Politics menjadi semakin tak dapat dikendalikan.
Berbagai peraturan perundang-undangan yang melarang praktik haram ini, seolah
dibuat hanya untuk melanggar.
Praktik Money
Politics dalam setiap perhelatan politik tersebutlah yang kemudian
menyebabkan masyarakat tidak bisa membedakan antara penyelenggaraan mekanisme
politik dengan Money Politics. Singkatnya, terbangun pandangan umum
bahwa politik uang dalam setiap kompetisi politik adalah sebuah keharusan.
Inilah yang kemudian menyebabkan semacam pandangan bahwa seolah terdapat empat
faktor yang sangat berpengaruh dalam proses kompetisi politik, yaitu: uang,
duit, money, dan fulus.
Selain itu,
partai politik tidak siap menyediakan kader-kader handal, baik sebagai calon
maupun sebagai relawan yang mau bekerja secara militan untuk mensosialisasikan
calon-calon yang diajukan oleh partai. Dengan demikian, calon-calon yang maju
kemudian melakukan cara-cara instan dan praktis untuk menggerakkan rakyat yang
memiliki hak pemilih untuk memberikan hak pilihnya.
Hal inilah yang
kemudian menyebabkan kualitas pejabat publik menjadi terabaikan. Sebab, seseorang
dipilih menjadi pejabat politik bukan karena kualitas atau kapasitasnya dan
kompetensinya untuk menempati posisi politik tersebut, tetapi semata-mata
karena memberikan uang kepada para pemilih menjelang saat pemilihan. Inilah
menyebabkan jabatan-jabatan publik akhirnya ditempati oleh kaum medioker alias
mereka yang sesungguhnya tidak memiliki prestasi memadai untuk menjalankan
struktur negara. Akibatnya tentu saja struktur negara tidak akan bekerja dengan
baik untuk mewujudkan cita-cita negara untuk mewujudkan kebaikan bersama
(common goods).
Money PoliticsPerlu Perlawanan
Jika Money
Politics terus terjadi, dapat dipastikan bahwa dunia politik akan menjadi
semakin rusak. Demokrasi prosedural hanya akan menjadi lahan bagi kaum
medioker, yaitu mereka yang tidak memiliki prestasi memadai, untuk meraih
kekuasaan. Bahkan sangat mungkin demokrasi prosedural akan dimanfaatkan oleh
mereka yang memiliki hasrat tak terbendung dan kerakusan untuk menguasai harta
kekayaan negara. Karena itu, segala macam cara kemudian mereka lakukan untuk
memperoleh kekuasaan. Dan kekuasaan itu nantinya akan digunakan untuk
mengembalikan uang yang telah digunakan untuk memperoleh kekuasaan itu. Bahkan
ia akan digunakan untuk mendapatkan kekayaan dengan jumlah yang berlipat-lipat.
Karena itulah, Money Politics harus dianggap sebagi kejahatan besar
dalam politik yang harus dilawan dan dienyahkan secara bersama-sama.
Untuk melawan
praktik Money Politics, diperlukan para politikus sejati yang
benar-benar memahami bahwa pengertian politik adalah seni menata negara dan
tujuannya adalah menciptakan kebaikan bersama agar rakyat lebih sejahtera.
Politik memerlukan orang-orang baik, memiliki keunggulan komparatif dalam
artian memiliki kompetensi, dan sekaligus juga memiliki keunggulan kompetitif.
Sebab, kebaikan dalam politik perlu diperjuangkan sampai ia tertransformasi ke
dalam kebijakan-kebijakan politik negara.
Melawan money
politic tidak hanya dilakukan oleh para politikus saja akan tetapi juga
masyarakat, hendaknya juga memiliki kesadaran dalam memberikan aspirasinya
dalam sebuah pemilu atau pilkada sesuai dengan hati nuraninya tanpa adanya
pengaruh dari pihak manapun.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Filsafat
politik adalah ilmu pengetahuan yang meyelidiki hakikat kekuasaan/alokasi (yang
bisa alokasi sumber daya manusia, sumber daya alam dan nilai), tujuan,
kebijakan, keputusan serta program untuk memperoleh kebenaran.
Demokrasi
adalah pemerintahan “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” dari rakyat yang artinya pemerintahan
itu sumbernya, asal muasalnya dari rakyat lewat persetujuan bersama lewat
kontrak sosial. Oleh rakyat, artinya
lewat persetujuan bersama lewat kontrak sosial itu jika individu terlibat di
dalamnnya untuk megadakan kontrak sosial tersebut jumlahnya sedikit. Namun jika
jumlah individu yang terlibat di dalamnya
jumlahnya banyak, maka cara yang digunakan untuk memilih pemimpin
dilakukan lewat pemilu. Untuk rakyat
artinya ketika pemimpin yang dipilih ditetapkan dengan aturan-aturan hukum yang
sah, ia berkewajiban untuk mengatur kehidupan rakyat secara baik dan benar.
Kaitan filsafat politik
dengan demokrasi ialah filsafat ini digunakan sebagai alat yang benar untuk
menjalankan suatu sistem demokrasi agar demokrasi yang dimaksudkan dapat
berjalan dengan baik. Apabila filsafat politik dikaji dengan benar maka sistem
demokrasi yang berjalan juga akan bersifat efektif karena tujuan filsafat itu memang
mencari sebuah kebenaran yang hakiki. Demokrasi juga sangat erat kaitannya
dengan keadilan, dan filsafat politik dapat meluruskan sebuah keadilan,
contohnya saja dalam bidang hukum yaitu banyak pelaku korupsi di berbagai
bidang lolos begitu saja dari jeratan hukum, karena tidak ada undang-undang
yang pas untuk menjeratnya.
3.2
SARAN
Demokrasi
yang diterapkan di Indonesia hendaknya berkaca pada filsafat politik dimana
filsafat politik berusaha untuk mencapai kebenaran. Dengan adanya filsafat
politikseperti bisa dijadikan pegangan agar demokrasi yang berjalan sebagaiman
seharusnya dan sebaimana mestinnya.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Handoyo, Eko, dkk. 2010. Etika Politik dan Pembangunan. Semarang: Widya Karya
Handoyo, Eko. 2010. Buku Ajar Pendidikan Politik. Semarang
Kartono, Kartini. 2009. Pendidikan Politik Sebagai Bagian Dari Pendidikan Orang Dewasa. Bandung:
Mandar Maju
Schmandt,
Henry J. 2009. Filsafat
Politik. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Cetakan Ketiga.
Suyahmo. 2014. Demokrasi dan Hak
Asasi Manusia. Yogyakarta: Magnum Pustaka Utama.
Suyahmo. 2015. Filsafat Politik. Semarang.
No comments:
Post a Comment