Friday, 3 July 2015

PELAKSANAAN KONSERVASI MORAL DI KAMPUS KONSERVASI




PELAKSANAAN KONSERVASI MORAL DI KAMPUS KONSERVASI
Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Filsafat Moral

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Suyahmo, M.Si.
Noorochmat Isdaryanto S.S., M.S.i

Disusun Oleh
Ahmad Arif Rohman                 3301412132




PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015

DAFTAR ISI
COVER........................................................................................................ 1
DAFTAR  ISI............................................................................................... 2
BAB  I PENDAHULUAN
Latar Belakang.............................................................................................. 3
Rumusan Masalah.......................................................................................... 4
Tujuan........................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Konservasi Moral......................................................................... 5
Konservasi Moral.......................................................................................... 6
Karakteristik Manusia Bermoral..................................................................... 8
Pelaksanaan Konservasi Moral Di Kampus Konservasi.................................. 9
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.................................................................................................... 11
Saran............................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 12

BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Arus budaya yang datang dengan berbagai macam corak berbeda tanpa terfilter dengan baik telah membawa dampak pada karakter setiap individu di negeri ini termasuk karakter generasi muda. Generasi muda merupakan generasi harapan bangsa. Pernyataan ini akan sangat membanggakan bagi masyarakat Indonesia apabila dapat menjadi kenyataan. Akan tetapi, faktanya membuktikan bahwa generasi muda saat ini tidaklah membawa jiwa nasionalisme para pahlawan bangsa ini. Bahkan perilaku pemuda saat ini cenderung mengkhawatirkan bagi kelanjutan masa depan bangsa ini.
Berbicara mengenai generasi muda tak terlepas dari yang namanya mahasiswa. Mahasiswa dikenal sebagai kaum intelektual dan agent of change, people of the future. Mahasiswa pula merupakan generasi muda yang akan meneruskan perjuangan bangsa Indonesia kedepan. Predikat yang melekat itu tentu memiliki makna mendalam bagi kemajuan bangsa Indonesia di masa mendatang.
Namun, jika melihat pada kehidupan pergaulan mahasiswa di era globalisasi saat ini bisa dibilang cukup memprihatinkan, tidak sedikit mahasiswa yang acuh dan kurang peka terhadap lingkungannya sendiri, tidak sedikit mahasiswa yang masih mengedepankan gengsi, tidak sedikit mahasiswa yang hedonis, yang mengutamakan kepentingan dunia semata, tidak sedikit mahasiswa yang bergaya hidup mewah, glamour, dan berlebihan, tidak sedikit mahasiswa yang kurang beretika dan kurang mengedepankan tata krama serta sopan santun, baik ke sesama mahasiswa ataupun ke dosen, tidak sedikit mahasiswa yang bahkan cuek dengan dirinya sendiri.
Hal tersebut tentunya sangat miris dan disayangkan. Maka, agar lingkungan kehidupan kampus bisa memberi kontribusi dalam pembentukan karakter mahasiswa yang baik, perlu diterapkannya suatu sistem atau aturan yang dapat diterima oleh semua kalangan civitas akademika. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan penanaman nilai-nilai konservasi. Penanaman nilai-nilai tersebut dapat dilakukan di sekolah, perguruan tinggi, maupun di masyarakat secara langsung. Misalnya penanaman nilai-nilai konservasi yang dilakukan di Universitas Negeri Semarang.
Universitas Negeri Semarang (UNNES) yang mendeklarasikan diri sebagai Universiatas Konservasi pada bulan Februari tahun 2010 yang dimotori oleh Rektor Universitas negeri Semarang  saat itu Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si. menetapkan 11 nilai karakter konservasi yang diterapkan di UNNES yaitu religius, jujur,  cerdas, adil, tanggung jawab, peduli, toleran, demokratis, cinta tanah air, tangguh, dan santun. Sebagai Universitas Konservasi, UNNES tidak hanya melakukan konservasi lingkungan saja tetapi juga  konservasi moral terutama di kalangan mahasiswa.
B.     RUMUSAN MASALAH
            Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1)      Apakah yang dimaksud dengan konservasi moral?
2)      Bagaimanakah pelaksanan konservasi moral di Universitas Negeri Semarang?

C.     TUJUAN
1)      Untuk mengetahui pengertian konservasi moral
2)      Untuk mengetahui pelaksanaan konservasi moral di Universitas Negeri Semarang


BAB II
PEMBAHASAN
A.     PENGERTIAN KONSERVASI MORAL
Konservasi moral berasal dari kata konservasi dan moral, namun Sebelum mendefinisikan tentang konservasi moral, terlebih dahulu yang perlu didefinisikan adalah konservasi dan moral, Konservasi berasal dari kata conservation yang terdiri atas con (together) dan servare (keep/save) yang berarti upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have) secara bijaksana (wise use). Ide itu dikemukakan Theodore Roosevelt (1902). Dialah orang pertama di Amerika Serikat yang mengemukakan gagasan konservasi. Menurut F.D Roosevelt, konservasi adalah mengenai segala upaya kita dalam hal pemeliharaan secara bijaksana. Tidak semata hanya konservasi dalam pelestarian lingkungan, tapi juga konservasi nilai dan moral. Sebab, dari konservasi moral yang dibangun dapat memengaruhi kepribadian bangsa.
Sedangkan moral, Secara etimologis istilah moral berasal dari Bahasa Latin mos dan jamaknya adalah mores yang berarti adat isitiadat atau kebiasaan. Pengertian tersebut mirip dengan kata ethos dari Bahasa Yunani, yang kemudian dikenal dengan etik. Yang terakhir ini pun mempunyai arti adat istiadat atau kebiasaan (Poespoprodjo, 1996). Ada pula kata lain yang mempunyai arti yang sama yaitu Akhlaq (Bahasa Arab), yang berasal dari kata khalaqa (khuluqun) yang berarti tabi’at, adat istiadat, atau kholqun yanng berarti kejadian atau ciptaan. Jadi akhlak ini merupakan perangai atau sistim perilaku yang dibuat, dan oleh karena itu keberadaannya bisa baik dan bisa pula jelek, tergantung pada tata nilai yang dijadikan rujukannya ( Daradjat, 2004).
Meskipun secara etimologis istilah moral mengandung arti adat istiadat, kebiasaan, atau cara hidup, namun secara substantif tidak sekedar bermakna tradisi kebiasaan belaka melainkan berkenaan dengan baik buruknya manusia sebagai manusia. Dengan kata lain moralitas ini merupakan tolok ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari sisi baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai peelaku peran tertentu. Dengan demikian moral mengandung muatan nilai dan norma yang bersumberkan pada hati nurani manusia. Hal ini seperti ditegaskan oleh Setiadi (2010): “… maksudnya bukan sekedar apa yang biasa dilakukan oleh orang atau sekelompok orang itu, melainkan apa yang menjadi pemikiran dan pendirian mereka mengenai apa yang baik dan apa yang tidak baik, mengenai apa yang patut dan yang tidak patut untuk dilakukan perbuatan insani/actus humanus”.
Poespoprodjo (1996) pun menegaskan tentang subtansi moralitas senada dengan penegasan di atas sebagai berikut: “… kebiasaan yang lebih fundamental, berakar pada sesuatu yang lengket pada kodrat manusia sepertri mengatakan kebenaran, membayar hutang, menghormati orangtua, dan sebagainya. Perbuatan-perbuatan tersebut bukan sekedar kebiasaan atau adat semata, melainkan perbuatan yang benar, dan jika menyeleweng dari padanya berarti salah”.
Dari pengertian konservasi dan moral di atas dapat diambil kesimpulan definisi konservasi moral. Konservasi moral adalah melindungi, memelihara, dan memberdayakan secara bijak Moralitas yang berbasiskan nilai dan budaya luhur bangsa untuk menjadi pedoman kehidupan.
B.     KONSERVASI MORAL
Moral merupakan belief system  yang bersisikan tata nilai dan menjadi pedoman bagi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu moralitas akan berjalan paralel  dengan budaya masyarakat. Mengingat  budaya  merupakan refleksi tata nilai masyarakat yang beraneka ragam coraknya, menjadikan budaya itu pun beraneka ragam. Itulah sebabnya diskursus tentang moral sejak lama telah melahirkan paham-paham yang berbeda.
Dalam kajian historis, telah lama terjadi perdebatan panjang antara paham moral relative dengan moral absolute. Kelompok pertama dimotori oleh Hegel, sedangkan kelompok kedua dimotori oleh Arthur Schopenhauer. Bagi kaum Hegelian, nilai adalah relatif, karena berkenaan dengan kesadaran kelompok manusia melalui dialektika yang panjang, berawal dati tesa, antitesa, dan sintesa. Kelak pun sintesa yang ditemukan akan berproses menjadi tesa baru. Titik akhir pencarian kebenaran bagi kelompok ini adalah ketika tercipta kesadaran akan sebuah kebenaran, yang merupakan kebutuhan bersama. Dalam konteks ini Hegel (dalam Bottomore, 2006) menyatakan: “It is not the consciousness of men that determines their existence, but on  the contrary, their social existence determines their consciousness”. Bukan kesadaran manusia yang menentukan keberadaan mereka, tetapi sebaliknya, keberadaan sosial mereka menentukan kesadarannya.
Paham moral relative ini menjadikan tiadanya standar nilai yang berlaku secara universal. Dapat dibayangkan, apa yang akan terjadi di tengah masyarakat, manakala nilai itu relatif, dan oleh karenanya kebenaran dan keadilan pun menjadi relatif. Adalah Willian Kilpatrick (2002) yang mengkritik dengan tajam budaya orang Amerika, yang menurutnya, akibat paham Hegelian lah menjadikan masyarakat Amerika mengalami kemorosotan moral yang dahsyat. Sedangkan kubu moral absolute menegaskan adanya standar nilai yang berlaku secara universal, untuk menjadi pedoman kehidupan masyarakat.  Standar nilai ini bersumberkan pada ajaran agama, hukum, kesepakatan, adat istiadat, dan sebagainya. Schopenhauer sebagai tokohnya, menegaskan bahwa ada kecenderungan dasar untuk berbuat baik, yang dimiliki oleh seluruh manusia dari berbagai latar belakang yang berbeda. Menurutnya, compassion adalah sebagai titik awal dari perbuatan manusia yang bermoral. Salah satu ungkapan Schopenhauer yang menarik, seperti yang dikutip oleh Miller (2003) adalah : “siapa pun penuh dengan kasih sayang pasti tak akan melukai siapa pun, tak merugikan lainnya, tidak melanggar batas hak orang, dia lebih akan memperhatikan untuk siapa pun, maafkan semua orang sejauh dia bisa, dan semua tindakan ini akan melahirkan cap keadilan dan cinta kasih”           
Karena sifatnya yang universal, moralitas akan berlaku untuk seluruh kehidupan pada berbagai budaya dan tradisi masyarakat. Perbedaan antara dua paham di atas sesungguhnya hanya persoalan perspektif saja. Yang pertama berkenaan dengan praksis moral dalam kehidupan masyarakat yang mau tidak mau pasti bersinggungan dengan budaya (what it is). Sedangkan yang kedua berkenaan dengan idealism moralitas yang seharusnya terjadi dalam relasi kehidupan (what should be). Akan tetapi menjadi sebuah realitas di masyarakat , bahwa moralitas lebih cenderung mengikuti dinamika budaya, ketimbang sebaliknya. Itulah sebabnya sejarawan Inggris Arnold J. Toynbee  memberikan warning persoalan ini melalui teorinya “radiasi budaya”.
Inti dari teori tersebut adalah bahwa keberadaan beraneka budaya dimuka bumi ini saling memberikan imbas dan intervensi. Intervensi yang paling mudah dilakukan adalah pada aspek budaya yang kandungan nilainya rendah, sedangkan sebaliknya akan sulit dilakukan intervensi dari satu budaya ke budaya lainnya pada aspek budaya yang kandungan nilainya tinggi.
Dalam konteks inilah betapa kemudian konservasi moral memiliki makna yang dalam. Moralitas masyarakat yang berbasiskan nilai dan budaya luhur bangsa  hendaknya dilinungi, dipelihara, dan diberdayakan secara bijak, untuk menjadi pedoman kehidupan masyarakat.
C.     KARAKTERISTIK MANUSIA YANG BERMORAL
Tentang karakteristik manusia yang bermoral, banyak para ahli memberikan pendapat akan hal ini. Downey dan Kelly (2002) mengemukakan kualifikasi a moral educated person, sebagai berikut:
1)      Memiliki kesadaran untuk mempertimbangkan bukti faktual dalam menjangkau penyelesaiannya
2)      Mengetahui bahwa belajar moral merupakan fungsi dari segala sesuatu
3)      Otonomi moralnya mampu membuat keputusan dan pilihan
4)      Mampu bertindak dengan cara moral, mengetahui dan memahami perasaan lainnya
5)      Memiliki komitmen positif terhadap nilai moralitas dan perasaan orang lain
6)      Kemanusiaan nya dan memungkinkan menjalani hidup dalam suatu yang moral
Sedangkan Aristoteles melukiskan orang yang bermoral ialah orang yang sosok dirinya menampilkan hal-hal berikut: couraage, temperance, liberality, magnificience, high mindedness, gentleness, truthfulness, wittness, and justice (Poespoprodjo, 1996).
Selanjutnya Higgins (2001) mengemukakan profil orang bermoral yang dasarnya adalah tanggung jawab. Tanggung jawab yang dimaksud menurutnya meliputi:
1)      Kebutuhan dan kesejahteraan individu dan lainnya
2)      Keterlibatan dan implikasi diri dan konsekuensi lain
3)      Nilai intrinsik atau hubungan sosial
Dari beberapa pendapat mengenai karakteristik manusia bermoral, terdapat benang merah, bahwa kualifikasi karakteristik tersebut menunjuk pada kebaikan dalam segala kompleksitas kehidupan, dimana kebaikan ini tidak saja termanifestasikan dalam bentuk perilaku, tetapi sejak munculnya kehendak, dengan didasari oleh solidaritas kelompok.


D.     PELAKSANAN KONSERVASI MORAL DI KAMPUS KONSERVASI
UNNES sebagai universitas yang mendeklarasikan dirinya sebagai Universitas Konservasi dan menetapkan 11 nilai-nilai karakter konservasi sudah seyogyanya untuk mengimplementasikan nilai-nilai karakter konservasi di lingkungan kampus. Tidak hanya konservasi lingkungan saja melainkan juga konservasi moral. Hal itu sebagai konsekuensi dari universitas konservasi.
Di kalangan mahasiswa Universitas Negeri Semarang, istilah konservasi moral telah menjadi bagian dari kehidupan di kampus. Istilah ini dideklarasikan atas prakarsa yang dimotori oleh Unit Kegiatan Kerokhanian Islam (UKKI), dengan didukung oleh rokhis-rokhis seluruh fakultas di lingkungan UNNES. Deklarasi moral ini dilakukan  dalam musyawarah akbar UKKI bulan Juli 2010. Deklarasi ini merupakan break down dari spirit Unnes sebagai universitas konservasi, yang dideklarasikan oleh Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, di bulan Februari 2010.
Pada saat gegap gempita deklarasi konservasi, yang berawal mula dari relasi manusia dengan lingkungan alam, maka mahasiswa pun tidak mau ketinggalan untuk mengambil bagian penting dan monumental dengan mendeklarasikan konservasi moral. Konservasi moral dideklarasikan pada hari minggu tanggal 15 Juni 2010 Jam 10.00 WIB bertempat di aula FBS Universitas Negeri Semarang, hanya berselang tiga bulan dari deklarasi Unnes sebagai universitas konservasi.
Deklarasi konservasi moral ini menghasilkan sebuah piagam konservasi moral. Piagam konservasi moral ini merupakan bukti komitmen mahasiswa muslim untuk bersama-sama mewujudkan kampus yang menerapkan nilai-nilai islam sesuai dengan tuntunan ajaran agama islam. Ada tiga poin penting dalam konservasi moral ini, yaitu (1) Sholat awal waktu menjadi budaya religius keluarga besar warga kampus (Muslim); (2) Santun berbusana dan sehat pergaulan menjadi etika keluarga besar warga kampus; dan (3) Peka dan peduli lingkungan menjadi komitmen keluarga besar warga kampus dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Ketiga poin diatas sangat berdampak sekali dalam membentuk karakter warga kampus terutama untuk kalangan mahasiswa sebagai generasi muda muslim Indonesia yang mempunyai peranan banyak di masa kini dan masa mendatang. Dengan penerapan konservasi moral di lingkungan kampus akan membantu mewujudkan generasi muda Indonesia yang berkarakter.
Penerapan konservasi moral ini akan berdampak pula pada lulusan UNNES nanti yang memiliki ilmu yang banyak (intelektual tinggi), berakhlak baik, berkarakter islami, dan tentunya tidak lembek dalam menghadapi berbagai tempaan yang datang menghadang. Hal inilah yang menjadi harapan deklarasi konservasi moral ini, yakni ketika generasi muda Indonesia memiliki pemahaman ilmu yang banyak, berakhlak baik, berjiwa sosial tinggi, peka terhadap situasi dan keadaan, berpinsip kuat, dan berwibawa yang pada akhirnya akan menghasilkan generasi muda Indonesia yang berkarakter
Selain pendeklarasian konservasi moral, salah satu pelaksanaan konservasi moral di UNNES adalah melalui mata kuliah pendidikan moral dan filsafat moral yang diajarkan di Jurusan Politik dan Kewarganegaraan, Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (Prodi PPKn). Guna membekali mahasiswanya agar tidak hanya sekedar menjadi lulusan yang berintelektual tinggi saja namun juga bermoral. Selain mata kuliah pendidikan moral dan filsafat moral, Prodi PPKn juga mendirikan Padepokan Karakter yang dipelopori oleh dosen PPKn sendiri yaitu Prof. Dr. Maman Rachman, M.Sc.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Konservasi moral adalah melindungi, memelihara, dan memberdayakan secara bijak Moralitas yang berbasiskan nilai dan budaya luhur bangsa untuk menjadi pedoman kehidupan Penanaman nilai-nilai tkonsrvasi moral dapat dilakukan di sekolah, perguruan tinggi, maupun di masyarakat secara langsung.
UNNES sebagai universitas yang mendeklarasikan dirinya sebagai Universitas Konservasi dan menetapkan 11 nilai-nilai karakter konservasi sudah seyogyanya untuk mengimplementasikan nilai-nilai karakter konservasi di lingkungan kampus. Tidak hanya konservasi lingkungan saja melainkan juga konservasi moral. Hal itu sebagai konsekuensi dari universitas konservasi.
Salah satu contoh pelaksanaan konservasi moral di UNNES adalah dengan pendeklarasian konservasi moral dan piagam konservasi moral. Selain di tingkat universitas, konservasi moral juga dilakukan di Jurusan Politik dan Kewarganegaraan, Prodi PPKn yaitu melalui mata kuliah Pendidikan Moral dan Filsafat Moral serta Pendirian Padepokan Karakter.
SARAN
Langkah penerapan konservasi moral di UNNES tentunya harus didukung oleh berbagai pihak. Dalam hal ini, bisa menggerakan pihak birokrat untuk turut mendukung penerapan konservasi moral tersebut. Segenap civitas akademika pun harus mendukung penuh konservasi moral ini.
DAFTAR PUSTAKA
Poespoprodjo, 1996. Filsafat Moral Kesusilaan dalam Teori dan Praktek. Bandung: Remadja Karya.
Suyahmo. 2015. Filsafat Moral. Semarang: Universitas Negeri Semarang

Internet:
Kasyfan. 2013. Pemuda Dan Konservasi. dalam http://kasyfan-kasyaf.blogspot.com/2013/05/pemuda-dan-konservasi-moral.html diunduh pada 14 Juni 2015 pukul 10:18 WIB
Masrukhi. 2015. Konservasi Moral Dalam Rangka Pendidikan Karakter. dalam https://masrukhiunnes.wordpress.com/2015/01/26/konservasi-moral-dalam-rangka-pendidikan-karakter/ diunduh pada 14 Juni 2015 pukul 09:52 WIB

Ramlan. 2014. Penerapan Konservasi Moral di Lingkungan Kampus untuk Mewujudkan Generasi Muda Muslim Indonesia Berkarakter. dalam http://ketikketik.com/religi-iman/religi/2014/05/22/penerapan-konservasi-moral-di-lingkungan-kampus-untuk-mewujudkan-generasi-muda-muslim-indonesia-berkarakter.html diunduh pada 14 Juni 2015 pukul 10:16 WIB

1 comment: