PELAKSANAAN
KONSERVASI MORAL DI KAMPUS KONSERVASI
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Filsafat Moral
Dosen
Pengampu:
Prof.
Dr. Suyahmo, M.Si.
Noorochmat
Isdaryanto S.S., M.S.i
Disusun
Oleh
Ahmad Arif Rohman 3301412132
Ahmad Arif Rohman 3301412132
PRODI
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2015
DAFTAR
ISI
COVER........................................................................................................
1
DAFTAR ISI...............................................................................................
2
BAB I PENDAHULUAN
Latar
Belakang.............................................................................................. 3
Rumusan
Masalah..........................................................................................
4
Tujuan...........................................................................................................
4
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian
Konservasi Moral.........................................................................
5
Konservasi
Moral..........................................................................................
6
Karakteristik
Manusia Bermoral.....................................................................
8
Pelaksanaan
Konservasi Moral Di Kampus Konservasi..................................
9
BAB III PENUTUP
Kesimpulan....................................................................................................
11
Saran.............................................................................................................
11
DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................
12
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Arus budaya yang datang dengan berbagai macam corak berbeda tanpa
terfilter dengan baik telah membawa dampak pada karakter setiap individu di negeri
ini termasuk karakter generasi muda. Generasi muda merupakan generasi harapan
bangsa. Pernyataan ini akan sangat membanggakan bagi masyarakat Indonesia
apabila dapat menjadi kenyataan. Akan tetapi, faktanya membuktikan bahwa
generasi muda saat ini tidaklah membawa jiwa nasionalisme para pahlawan bangsa
ini. Bahkan perilaku pemuda saat ini cenderung mengkhawatirkan bagi kelanjutan
masa depan bangsa ini.
Berbicara mengenai generasi muda tak terlepas dari yang namanya
mahasiswa. Mahasiswa dikenal sebagai kaum intelektual dan agent
of change, people of the future. Mahasiswa pula merupakan generasi
muda yang akan meneruskan perjuangan bangsa Indonesia kedepan. Predikat yang
melekat itu tentu memiliki makna mendalam bagi kemajuan bangsa Indonesia di
masa mendatang.
Namun, jika melihat pada kehidupan pergaulan mahasiswa di era globalisasi
saat ini bisa dibilang cukup memprihatinkan, tidak sedikit mahasiswa yang acuh
dan kurang peka terhadap lingkungannya sendiri, tidak sedikit mahasiswa yang
masih mengedepankan gengsi, tidak sedikit mahasiswa yang hedonis, yang mengutamakan
kepentingan dunia semata, tidak sedikit mahasiswa yang bergaya hidup mewah, glamour,
dan berlebihan, tidak sedikit mahasiswa yang kurang beretika dan kurang
mengedepankan tata krama serta sopan santun, baik ke sesama mahasiswa ataupun
ke dosen, tidak sedikit mahasiswa yang bahkan cuek dengan
dirinya sendiri.
Hal tersebut tentunya sangat miris dan disayangkan. Maka, agar lingkungan
kehidupan kampus bisa memberi kontribusi dalam pembentukan karakter mahasiswa
yang baik, perlu diterapkannya suatu sistem atau aturan yang dapat diterima
oleh semua kalangan civitas akademika. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat
dilakukan dengan penanaman nilai-nilai konservasi. Penanaman nilai-nilai
tersebut dapat dilakukan di sekolah, perguruan tinggi, maupun di masyarakat
secara langsung. Misalnya penanaman nilai-nilai konservasi yang dilakukan di Universitas
Negeri Semarang.
Universitas Negeri Semarang (UNNES) yang mendeklarasikan diri sebagai
Universiatas Konservasi pada bulan Februari tahun 2010 yang dimotori oleh Rektor
Universitas negeri Semarang saat itu Prof.
Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si. menetapkan 11 nilai karakter konservasi yang
diterapkan di UNNES yaitu religius,
jujur, cerdas, adil, tanggung jawab,
peduli, toleran, demokratis,
cinta tanah air, tangguh, dan santun. Sebagai Universitas Konservasi,
UNNES tidak hanya melakukan konservasi lingkungan saja tetapi juga konservasi moral terutama di kalangan
mahasiswa.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas
maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1)
Apakah yang dimaksud dengan konservasi moral?
2)
Bagaimanakah pelaksanan konservasi moral di
Universitas Negeri Semarang?
C.
TUJUAN
1)
Untuk mengetahui pengertian konservasi moral
2)
Untuk mengetahui pelaksanaan konservasi moral di
Universitas Negeri Semarang
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN KONSERVASI MORAL
Konservasi moral berasal dari kata konservasi dan moral, namun Sebelum
mendefinisikan tentang konservasi moral, terlebih dahulu yang perlu
didefinisikan adalah konservasi dan moral, Konservasi berasal dari kata conservation yang terdiri atas con (together) dan servare (keep/save) yang berarti upaya memelihara apa yang kita
punya (keep/save what you have)
secara bijaksana (wise use). Ide itu
dikemukakan Theodore Roosevelt (1902). Dialah orang pertama di Amerika Serikat
yang mengemukakan gagasan konservasi. Menurut F.D Roosevelt, konservasi adalah
mengenai segala upaya kita dalam hal pemeliharaan secara bijaksana. Tidak
semata hanya konservasi dalam pelestarian lingkungan, tapi juga konservasi
nilai dan moral. Sebab, dari konservasi moral yang dibangun dapat memengaruhi
kepribadian bangsa.
Sedangkan moral, Secara etimologis istilah moral berasal dari Bahasa
Latin mos dan jamaknya adalah mores
yang berarti adat isitiadat atau kebiasaan. Pengertian tersebut mirip dengan
kata ethos dari Bahasa Yunani, yang kemudian dikenal dengan etik.
Yang terakhir ini pun mempunyai arti adat istiadat atau kebiasaan
(Poespoprodjo, 1996). Ada pula kata lain yang mempunyai arti yang sama yaitu Akhlaq
(Bahasa Arab), yang berasal dari kata khalaqa (khuluqun)
yang berarti tabi’at, adat istiadat, atau kholqun yanng
berarti kejadian atau ciptaan. Jadi akhlak ini merupakan perangai atau sistim
perilaku yang dibuat, dan oleh karena itu keberadaannya bisa baik dan bisa pula
jelek, tergantung pada tata nilai yang dijadikan rujukannya ( Daradjat, 2004).
Meskipun secara etimologis istilah moral mengandung arti adat istiadat,
kebiasaan, atau cara hidup, namun secara substantif tidak sekedar bermakna
tradisi kebiasaan belaka melainkan berkenaan dengan baik buruknya manusia
sebagai manusia. Dengan kata lain moralitas ini merupakan tolok ukur untuk
menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari sisi baik-buruknya
sebagai manusia dan bukan sebagai peelaku peran tertentu. Dengan demikian moral
mengandung muatan nilai dan norma yang bersumberkan pada hati nurani manusia.
Hal ini seperti ditegaskan oleh Setiadi (2010): “… maksudnya bukan sekedar apa
yang biasa dilakukan oleh orang atau sekelompok orang itu, melainkan apa yang
menjadi pemikiran dan pendirian mereka mengenai apa yang baik dan apa yang
tidak baik, mengenai apa yang patut dan yang tidak patut untuk dilakukan
perbuatan insani/actus humanus”.
Poespoprodjo (1996) pun menegaskan tentang subtansi moralitas senada
dengan penegasan di atas sebagai berikut: “… kebiasaan yang lebih fundamental,
berakar pada sesuatu yang lengket pada kodrat manusia sepertri mengatakan
kebenaran, membayar hutang, menghormati orangtua, dan sebagainya.
Perbuatan-perbuatan tersebut bukan sekedar kebiasaan atau adat semata,
melainkan perbuatan yang benar, dan jika menyeleweng dari padanya berarti
salah”.
Dari pengertian konservasi dan moral di atas dapat diambil kesimpulan
definisi konservasi moral. Konservasi moral adalah melindungi, memelihara, dan
memberdayakan secara bijak Moralitas yang berbasiskan nilai dan budaya luhur
bangsa untuk menjadi pedoman kehidupan.
B.
KONSERVASI MORAL
Moral
merupakan belief system yang bersisikan tata nilai dan menjadi
pedoman bagi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu moralitas akan berjalan
paralel dengan budaya masyarakat. Mengingat budaya merupakan
refleksi tata nilai masyarakat yang beraneka ragam coraknya, menjadikan budaya itu
pun beraneka ragam. Itulah sebabnya diskursus tentang moral sejak lama telah
melahirkan paham-paham yang berbeda.
Dalam kajian
historis, telah lama terjadi perdebatan panjang antara paham moral relative
dengan moral absolute. Kelompok pertama dimotori oleh Hegel, sedangkan
kelompok kedua dimotori oleh Arthur Schopenhauer. Bagi kaum Hegelian, nilai
adalah relatif, karena berkenaan dengan kesadaran kelompok manusia melalui
dialektika yang panjang, berawal dati tesa, antitesa, dan sintesa. Kelak pun
sintesa yang ditemukan akan berproses menjadi tesa baru. Titik akhir pencarian
kebenaran bagi kelompok ini adalah ketika tercipta kesadaran akan sebuah
kebenaran, yang merupakan kebutuhan bersama. Dalam konteks ini Hegel (dalam
Bottomore, 2006) menyatakan: “It is not the consciousness of men that
determines their existence, but on the contrary, their social existence
determines their consciousness”. Bukan kesadaran manusia yang
menentukan keberadaan mereka, tetapi
sebaliknya, keberadaan sosial
mereka menentukan kesadarannya.
Paham moral
relative ini menjadikan tiadanya standar nilai yang berlaku secara
universal. Dapat dibayangkan, apa yang akan terjadi di tengah masyarakat,
manakala nilai itu relatif, dan oleh karenanya kebenaran dan keadilan pun
menjadi relatif. Adalah Willian Kilpatrick (2002) yang mengkritik dengan tajam
budaya orang Amerika, yang menurutnya, akibat paham Hegelian lah menjadikan
masyarakat Amerika mengalami kemorosotan moral yang dahsyat. Sedangkan kubu moral
absolute menegaskan adanya standar nilai yang berlaku secara universal,
untuk menjadi pedoman kehidupan masyarakat. Standar nilai ini
bersumberkan pada ajaran agama, hukum, kesepakatan, adat istiadat, dan
sebagainya. Schopenhauer sebagai tokohnya, menegaskan bahwa ada kecenderungan
dasar untuk berbuat baik, yang dimiliki oleh seluruh manusia dari berbagai
latar belakang yang berbeda. Menurutnya, compassion adalah sebagai
titik awal dari perbuatan manusia yang bermoral. Salah satu ungkapan
Schopenhauer yang menarik, seperti yang dikutip oleh Miller (2003) adalah : “siapa
pun penuh dengan kasih sayang pasti tak akan melukai siapa pun, tak merugikan
lainnya, tidak melanggar batas hak orang, dia lebih akan memperhatikan untuk
siapa pun, maafkan semua orang sejauh dia bisa, dan semua tindakan ini akan
melahirkan cap keadilan dan cinta kasih”
Karena
sifatnya yang universal, moralitas akan berlaku untuk seluruh kehidupan pada
berbagai budaya dan tradisi masyarakat. Perbedaan antara dua paham di atas
sesungguhnya hanya persoalan perspektif saja. Yang pertama berkenaan dengan
praksis moral dalam kehidupan masyarakat yang mau tidak mau pasti bersinggungan
dengan budaya (what it is). Sedangkan yang kedua berkenaan dengan
idealism moralitas yang seharusnya terjadi dalam relasi kehidupan (what
should be). Akan tetapi menjadi sebuah realitas di masyarakat , bahwa
moralitas lebih cenderung mengikuti dinamika budaya, ketimbang sebaliknya.
Itulah sebabnya sejarawan Inggris Arnold J. Toynbee memberikan warning
persoalan ini melalui teorinya “radiasi budaya”.
Inti dari
teori tersebut adalah bahwa keberadaan beraneka budaya dimuka bumi ini saling
memberikan imbas dan intervensi. Intervensi yang paling mudah dilakukan adalah
pada aspek budaya yang kandungan nilainya rendah, sedangkan sebaliknya akan
sulit dilakukan intervensi dari satu budaya ke budaya lainnya pada aspek budaya
yang kandungan nilainya tinggi.
Dalam konteks
inilah betapa kemudian konservasi moral memiliki makna yang dalam. Moralitas
masyarakat yang berbasiskan nilai dan budaya luhur bangsa hendaknya
dilinungi, dipelihara, dan diberdayakan secara bijak, untuk menjadi pedoman
kehidupan masyarakat.
C. KARAKTERISTIK
MANUSIA YANG BERMORAL
Tentang
karakteristik manusia yang bermoral, banyak para ahli memberikan pendapat akan
hal ini. Downey dan Kelly (2002) mengemukakan kualifikasi a moral educated
person, sebagai berikut:
1) Memiliki
kesadaran untuk mempertimbangkan bukti faktual dalam menjangkau penyelesaiannya
2)
Mengetahui bahwa belajar moral merupakan
fungsi dari segala sesuatu
3)
Otonomi moralnya mampu membuat keputusan
dan pilihan
4)
Mampu bertindak dengan cara moral, mengetahui
dan memahami perasaan lainnya
5)
Memiliki komitmen positif terhadap nilai moralitas
dan perasaan orang lain
6)
Kemanusiaan nya dan memungkinkan menjalani hidup
dalam suatu yang moral
Sedangkan
Aristoteles melukiskan orang yang bermoral ialah orang yang sosok dirinya
menampilkan hal-hal berikut: couraage, temperance, liberality,
magnificience, high mindedness, gentleness, truthfulness, wittness, and justice
(Poespoprodjo, 1996).
Selanjutnya
Higgins (2001) mengemukakan profil orang bermoral yang dasarnya adalah tanggung
jawab. Tanggung jawab yang dimaksud menurutnya meliputi:
1)
Kebutuhan dan kesejahteraan individu dan lainnya
2)
Keterlibatan dan implikasi diri
dan konsekuensi lain
3) Nilai intrinsik atau hubungan sosial
Dari beberapa
pendapat mengenai karakteristik manusia bermoral, terdapat benang merah, bahwa
kualifikasi karakteristik tersebut menunjuk pada kebaikan dalam segala
kompleksitas kehidupan, dimana kebaikan ini tidak saja termanifestasikan dalam
bentuk perilaku, tetapi sejak munculnya kehendak, dengan didasari oleh
solidaritas kelompok.
D. PELAKSANAN
KONSERVASI MORAL DI KAMPUS KONSERVASI
UNNES sebagai
universitas yang mendeklarasikan dirinya sebagai Universitas Konservasi dan menetapkan
11 nilai-nilai karakter konservasi sudah seyogyanya untuk mengimplementasikan
nilai-nilai karakter konservasi di lingkungan kampus. Tidak hanya konservasi
lingkungan saja melainkan juga konservasi moral. Hal itu sebagai konsekuensi
dari universitas konservasi.
Di kalangan
mahasiswa Universitas Negeri Semarang, istilah konservasi moral telah menjadi
bagian dari kehidupan di kampus. Istilah ini dideklarasikan atas prakarsa yang
dimotori oleh Unit Kegiatan Kerokhanian Islam (UKKI), dengan didukung oleh rokhis-rokhis
seluruh fakultas di lingkungan UNNES. Deklarasi moral ini dilakukan dalam
musyawarah akbar UKKI bulan Juli 2010. Deklarasi ini merupakan break down
dari spirit Unnes sebagai universitas konservasi, yang dideklarasikan oleh
Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, di bulan Februari 2010.
Pada saat
gegap gempita deklarasi konservasi, yang berawal mula dari relasi manusia
dengan lingkungan alam, maka mahasiswa pun tidak mau ketinggalan untuk
mengambil bagian penting dan monumental dengan mendeklarasikan konservasi
moral. Konservasi moral dideklarasikan pada hari minggu tanggal 15 Juni 2010
Jam 10.00 WIB bertempat di aula FBS Universitas Negeri Semarang, hanya
berselang tiga bulan dari deklarasi Unnes sebagai universitas
konservasi.
Deklarasi konservasi
moral ini menghasilkan sebuah piagam konservasi moral. Piagam konservasi moral
ini merupakan bukti komitmen mahasiswa muslim untuk bersama-sama mewujudkan
kampus yang menerapkan nilai-nilai islam sesuai dengan tuntunan ajaran agama
islam. Ada tiga poin penting dalam konservasi moral ini, yaitu (1) Sholat awal
waktu menjadi budaya religius keluarga besar warga kampus (Muslim); (2) Santun
berbusana dan sehat pergaulan menjadi etika keluarga besar warga kampus; dan
(3) Peka dan peduli lingkungan menjadi komitmen keluarga besar warga kampus
dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Ketiga poin
diatas sangat berdampak sekali dalam membentuk karakter warga kampus terutama
untuk kalangan mahasiswa sebagai generasi muda muslim Indonesia yang mempunyai
peranan banyak di masa kini dan masa mendatang. Dengan penerapan konservasi
moral di lingkungan kampus akan membantu mewujudkan generasi muda Indonesia
yang berkarakter.
Penerapan
konservasi moral ini akan berdampak pula pada lulusan UNNES nanti yang memiliki
ilmu yang banyak (intelektual tinggi), berakhlak baik, berkarakter islami, dan
tentunya tidak lembek dalam menghadapi berbagai tempaan yang datang menghadang.
Hal inilah yang menjadi harapan deklarasi konservasi moral ini, yakni ketika
generasi muda Indonesia memiliki pemahaman ilmu yang banyak, berakhlak baik,
berjiwa sosial tinggi, peka terhadap situasi dan keadaan, berpinsip kuat, dan
berwibawa yang pada akhirnya akan menghasilkan generasi muda Indonesia yang
berkarakter
Selain pendeklarasian konservasi moral, salah satu pelaksanaan konservasi
moral di UNNES adalah melalui mata kuliah pendidikan moral dan filsafat moral
yang diajarkan di Jurusan Politik dan Kewarganegaraan, Program Studi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (Prodi PPKn). Guna membekali mahasiswanya agar
tidak hanya sekedar menjadi lulusan yang berintelektual tinggi saja namun juga
bermoral. Selain mata kuliah pendidikan moral dan filsafat moral, Prodi PPKn
juga mendirikan Padepokan Karakter yang dipelopori oleh dosen PPKn sendiri
yaitu Prof. Dr. Maman Rachman, M.Sc.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Konservasi
moral adalah melindungi, memelihara, dan memberdayakan secara bijak Moralitas
yang berbasiskan nilai dan budaya luhur bangsa untuk menjadi pedoman kehidupan Penanaman
nilai-nilai tkonsrvasi moral dapat dilakukan di sekolah, perguruan tinggi,
maupun di masyarakat secara langsung.
UNNES sebagai
universitas yang mendeklarasikan dirinya sebagai Universitas Konservasi dan
menetapkan 11 nilai-nilai karakter konservasi sudah seyogyanya untuk mengimplementasikan
nilai-nilai karakter konservasi di lingkungan kampus. Tidak hanya konservasi
lingkungan saja melainkan juga konservasi moral. Hal itu sebagai konsekuensi
dari universitas konservasi.
Salah satu
contoh pelaksanaan konservasi moral di UNNES adalah dengan pendeklarasian
konservasi moral dan piagam konservasi moral. Selain di tingkat universitas,
konservasi moral juga dilakukan di Jurusan Politik dan Kewarganegaraan, Prodi
PPKn yaitu melalui mata kuliah Pendidikan Moral dan Filsafat Moral serta Pendirian
Padepokan Karakter.
SARAN
Langkah penerapan konservasi moral di UNNES tentunya harus didukung oleh
berbagai pihak. Dalam hal ini, bisa menggerakan pihak birokrat untuk turut
mendukung penerapan konservasi moral tersebut. Segenap civitas akademika pun
harus mendukung penuh konservasi moral ini.
DAFTAR PUSTAKA
Poespoprodjo,
1996. Filsafat Moral Kesusilaan dalam Teori dan Praktek. Bandung:
Remadja Karya.
Suyahmo. 2015. Filsafat
Moral. Semarang: Universitas Negeri Semarang
Internet:
Kasyfan. 2013. Pemuda Dan
Konservasi. dalam
http://kasyfan-kasyaf.blogspot.com/2013/05/pemuda-dan-konservasi-moral.html
diunduh pada 14 Juni 2015 pukul 10:18 WIB
Masrukhi. 2015. Konservasi Moral
Dalam Rangka Pendidikan Karakter. dalam https://masrukhiunnes.wordpress.com/2015/01/26/konservasi-moral-dalam-rangka-pendidikan-karakter/
diunduh pada 14 Juni 2015 pukul 09:52 WIB
trimakasih mas ilmunya, luar bisa bermanfaat.. :D
ReplyDelete